
Insiden penembakan yang menewaskan lima Pekerja Migran Indonesia (PMI) oleh aparat Malaysia telah menjadi topik perbincangan yang hangat dan mengundang keprihatinan luas. Wakil Ketua Komisi IX, Nihayatul Wafiroh, menyatakan bahwa kejadian tragis ini mengungkapkan betapa rentannya posisi PMI di luar negeri, terutama di Malaysia yang merupakan salah satu negara tujuan terbanyak bagi pekerja migran asal Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi sistem perlindungan bagi PMI yang bekerja di luar negeri.
Nihayatul menegaskan bahwa keberadaan PMI sangat penting dalam perekonomian Indonesia, baik dari sisi kontribusi remitansi maupun pengembangan sumber daya manusia. Namun, insiden penembakan ini menambah panjang daftar tantangan yang harus dihadapi oleh para pekerja migran. “Banyak PMI yang menghadapi berbagai masalah, termasuk kekerasan dan ketidakpastian hukum,” ujarnya, Rabu (29/1). Keadaan ini diperparah oleh keterbatasan akses terhadap lembaga perlindungan di negara tempat mereka bekerja.
Menurut data yang ada, sejumlah besar PMI berada dalam situasi rentan sehingga mereka sering kali menjadi korban kekerasan dan eksploitasi. Nihayatul mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah tegas dalam memperbaiki sistem perlindungan PMI, baik di dalam negeri maupun di negara tujuan. “Pemerintah harus terus memperkuat hubungan dengan negara tempat PMI bekerja, termasuk Malaysia, untuk memastikan adanya mekanisme perlindungan yang lebih baik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa tersebut menyarankan agar pemerintah melakukan pembenahan serius terkait kebijakan pengiriman tenaga kerja. Salah satu langkah penting adalah memastikan bahwa setiap PMI mendapatkan hak-haknya, termasuk perlindungan dari agen tenaga kerja. Keberadaan agen-agen yang sering melakukan penipuan dan eksploitasi harus diawasi secara ketat.
Beberapa solusi yang diusulkan untuk meningkatkan perlindungan PMI meliputi:
1. Revisi kebijakan terkait pengiriman tenaga kerja.
2. Pengawasan yang lebih ketat terhadap agen tenaga kerja.
3. Pelatihan dan penyuluhan keamanan bagi PMI.
4. Pemahaman tentang komunikasi dengan kedutaan atau konsulat Indonesia setempat.
5. Penyediaan dana atau asuransi perlindungan sosial bagi PMI.
Nihayatul juga menekankan pentingnya peran konsuler yang harus lebih aktif dalam melindungi warga negara Indonesia yang berada dalam situasi berbahaya. “Sistem hukum harus dapat memberikan dukungan perlindungan kepada PMI agar mereka merasa aman,” katanya, menambahkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap kondisi pekerja.
Dalam mendukung perlindungan PMI, Komisi IX DPR akan berjuang untuk memenuhi hak-hak mereka agar dapat bekerja dengan aman dan bermartabat. “Insiden ini harus menjadi pelajaran berharga agar tidak terulang kembali di masa depan,” ujar Nihayatul.
Kekhawatiran ini juga disuarakan oleh serikat buruh yang menuntut transparansi dalam investigasi atas insiden penembakan ini. Mereka mengatakan bahwa keamanan dan kesejahteraan PMI adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Dengan banyaknya tantangan dan risiko yang dihadapi PMI, penting bagi pemerintah untuk segera melakukan langkah strategis dalam meningkatkan keselamatan mereka di luar negeri.
Keberadaan PMI di Malaysia bukan hanya memberikan kontribusi ekonomi bagi Indonesia, tetapi juga mencerminkan komitmen kita untuk memastikan kesejahteraan warga negara di manapun mereka berada. Penyediaan perlindungan yang memadai adalah langkah preventif yang harus diambil agar insiden serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.