Penerimaan Pajak Negara Turun, Amin AK: Keuangan Negara Mengkhawatirkan

Penerimaan pajak negara mengalami penurunan signifikan, yang membuat kondisi keuangan negara saat ini menjadi perhatian serius. Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Amin AK, mengungkapkan keprihatinan tentang tren tersebut, mengingat Kementerian Keuangan baru saja mengumumkan defisit APBN yang mencapai Rp31,3 triliun per Februari 2025. Ini merupakan defisit pertama yang terjadi dalam empat tahun terakhir, dengan penurunan penerimaan pajak yang mencapai 41,86% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

“Turunnya penerimaan pajak secara drastis bukan hanya mengancam keberlanjutan anggaran negara, tetapi juga bisa berdampak luas pada perekonomian nasional, stabilitas nilai tukar, dan kepercayaan investor,” ujar Amin dalam pernyataannya di Jakarta pada Senin (17/3/2025). Penurunan ini sangat mempengaruhi potensi pengembangan ekonomi dan berdampak langsung pada berbagai sektor.

Beberapa faktor penyebab penurunan penerimaan pajak turut diungkapkan, di antaranya adalah gangguan teknis pada sistem Coretax yang disebut sebagai salah satu penyebab utama masalah administrasi pajak. Amin menekankan bahwa masalah ini tidak dapat dianggap remeh dan memerlukan solusi yang konkret untuk segera ditangani. “Kalau sistem perpajakan baru justru menyebabkan penerimaan negara terjun bebas, ini tanda bahwa ada kesalahan serius dalam perencanaannya. Pemerintah harus segera memastikan Coretax bisa berjalan optimal. Jika tidak, harus ada mekanisme darurat agar pengumpulan pajak tidak terus terganggu,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.

Dari segi ekonomi, rendahnya penerimaan pajak juga mencerminkan adanya perlambatan dalam ekonomi, yang berdampak pada pajak korporasi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan defisit APBN dapat melampaui target yang telah ditetapkan sebesar Rp612,2 triliun atau setara dengan 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini.

Amin juga menggarisbawahi pentingnya keterbukaan dalam pengelolaan fiskal untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan investor. Keterlambatan rilis laporan APBN untuk bulan Januari-Februari 2025 menjadi sorotan. “Kita tidak ingin ada spekulasi negatif akibat keterlambatan informasi. Menteri Keuangan harus lebih transparan dan responsif dalam menyampaikan kondisi fiskal negara agar pasar dan dunia usaha dapat mengantisipasi risiko dengan baik,” katanya.

Pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara menjadi kunci agar masyarakat dan dunia usaha tetap memiliki kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah. Dalam situasi krisis fiskal seperti saat ini, pengawasan terhadap kebijakan ekonomi nasional menjadi lebih penting dari sebelumnya. Berikut beberapa langkah yang perlu diambil untuk memperbaiki kondisi ini:

  1. Optimalisasi Sistem Coretax: Pemerintah perlu mengevaluasi dan memperbaiki sistem perpajakan yang ada agar dapat menjalankan fungsi administrasi pajak secara lebih efisien dan efektif.

  2. Mekanisme Darurat: Jika diperlukan, pemerintah harus menyiapkan mekanisme darurat untuk menjamin penerimaan pajak tetap terjaga, meskipun ada gangguan pada sistem.

  3. Transparansi Informasi: Penyampaian informasi yang tepat waktu dan transparan mengenai kondisi keuangan negara sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor.

  4. Penanganan Perusahaan Terkena Dampak: Pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada sektor-sektor yang terkena dampak perlambatan ekonomi, untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan kembali.

  5. Komitmen Kebijakan Fiskal Sehat: Anggota BAKN DPR RI ber komitmen untuk mengawasi kebijakan fiskal agar tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi ekonomi nasional.

Dalam situasi yang kritis ini, kecepatan dan ketepatan langkah yang diambil oleh pemerintah sangat menentukan kelangsungan keuangan negara dan pengembangan ekonomi yang berkesinambungan. Penanganan yang tepat akan memastikan stabilitas perekonomian di masa depan.

Berita Terkait

Back to top button