Pengamat Ungkap Penyebab Meningkatnya Beban Usaha Asuransi 2024

Pengamat asuransi mengemukakan bahwa beban usaha dalam industri asuransi ini meningkat tajam pada tahun 2024 karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks. Menurut data yang dilaporkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beban usaha perusahaan asuransi umum melonjak signifikan dari Rp1,37 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp16,95 triliun selama periode Januari hingga November 2024. Sementara itu, industri asuransi jiwa juga mencatatkan peningkatan beban yang serupa, dari Rp1,59 triliun menjadi Rp19,93 triliun.

Abitani Taim, pengamat asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), mengungkapkan bahwa beban klaim asuransi bukanlah satu-satunya penyebab lonjakan beban usaha. Ia mencatat beberapa faktor signifikan yang memengaruhi keadaan ini, di antaranya:

  1. Beban Klaim Asuransi: Kenaikan jumlah klaim berpengaruh langsung pada beban yang harus ditanggung oleh perusahaan asuransi.
  2. Beban Operasional: Cost-cutting dan efisiensi dalam operasional sangat diperlukan untuk mengatasi peningkatan beban ini.
  3. Laba/Rugi Investasi: Kinerja investasi perusahaan juga dapat memengaruhi total beban yang harus dipikul.
  4. Penerapan PSAK-117: Persiapan untuk pengimplementasian Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang baru, PSAK-117, dapat berpotensi menambah beban usaha atau kerugian dalam laporan keuangan perusahaan asuransi pada tahun 2025.

Abitani menyoroti bahwa biaya persiapan penerapan PSAK-117 dapat menggerus ekuitas perusahaan, yang pada tahap selanjutnya dapat berdampak pada kesehatan finansial perusahaan. "Tahun 2025 kemungkinan akan ada kerugian dalam laporan keuangan akibat penyesuaian dari PSAK 64 ke PSAK 117," kata Abitani dalam sebuah wawancara.

Lebih lanjut, Abitani menyarankan strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi untuk mengatasi peningkatan beban usaha. Salah satu strategi utama adalah melalui efisiensi baik dalam sistem operasional maupun dalam proses underwriting, yang merupakan proses penilaian risiko untuk menentukan apakah suatu klaim akan diterima atau ditolak. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan Pasal 251 KUHD, perusahaan tidak dapat lagi membatalkan klaim sepihak, sehingga perbaikan dalam proses underwriting menjadi sangat penting.

Ia menyatakan, "Efektivitas dalam proses underwriting harus menjadi prioritas utama. Jika diperlukan biaya berapapun akan dikeluarkan untuk memastikan bahwa risiko yang ditanggung sesuai dengan asumsi saat pembuatan tarif premi asuransi." Hal ini diharapkan akan meminimalkan terjadinya sengketa klaim di kemudian hari.

Adapun pembenahan dalam proses underwriting ini tidak akan terlepas dari beban usaha yang harus siap ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, upaya perbaikan dalam proses ini bisa menjadi komponen yang menambah beban usaha perusahaan asuransi.

Ketika ditanya tentang langkah strategis lain, Abitani mengisyaratkan pentingnya mengevaluasi dan menyesuaikan beban akuisisi dan pemasaran agar perusahaan asuransi tetap kompetitif di industri yang sangat kompetitif ini.

Dengan data yang menunjukkan lonjakan beban usaha yang signifikan, tantangan yang dihadapi perusahaan asuransi semakin kompleks. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk menganalisis faktor-faktor penyumbang dan segera mengambil langkah-langkah proaktif untuk meringankan beban usaha mereka. Mengingat perubahan regulasi dan dinamika pasar yang terus berlangsung, perusahaan asuransi perlu beradaptasi untuk menjamin keberlanjutan dan kinerja finansial mereka di masa depan.

Exit mobile version