
Tingkat pengangguran di Amerika Serikat (AS) mengalami peningkatan signifikan, kini mencapai 4,2%, melampaui estimasi yang sebelumnya diperkirakan sebesar 4,1%. Lonjakan ini dipicu oleh peningkatan partisipasi angkatan kerja, namun tetap menuai kecemasan di kalangan ekonom mengenai dampak kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump.
Pada minggu ini, Trump mengumumkan tarif impor baru yang menambah beban biaya bagi banyak perusahaan. Langkah ini memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang yang berpotensi merusak pertumbuhan ekonomi AS. Data terkini mencatat bahwa indeks pengangguran yang lebih luas, yang mencakup individu yang tidak aktif mencari pekerjaan serta pekerja paruh waktu yang tercatat setengah menganggur, mengalami penurunan tipis menjadi 7,9%.
Survei rumah tangga yang dilakukan untuk menentukan tingkat pengangguran menunjukkan kenaikan jumlah pekerja sebanyak 201.000 orang. Pekerja penuh waktu bertambah 459.000, sedangkan pekerja paruh waktu turun 44.000. Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa meskipun terjadi peningkatan pengangguran, pertumbuhan lapangan kerja di bulan Maret lebih kuat daripada ekspektasi. Dalam laporan itu, tercatat bahwa gaji nonpertanian meningkat sebanyak 228.000, dibandingkan dengan hasil yang direvisi dari bulan Februari yang hanya mencapai 117.000.
Reaksi pasar terhadap laporan ini cukup beragam. Kontrak berjangka yang terkait dengan Dow Jones Industrial Average menunjukkan penurunan setelah berita tarif tersebut, sementara investor bersikap hati-hati menghadapi lanskap perdagangan global yang kompleks. Lindsay Rosner, kepala investasi pendapatan tetap multi-sektor di Goldman Sachs Asset Management, menilai bahwa laporan pekerjaan yang lebih baik dari perkiraan dapat mengurangi kekhawatiran tentang pelemahan pasar tenaga kerja. Namun, ia juga mencatat bahwa para investor lebih fokus pada dampak dari tarif yang diberlakukan.
Pengumuman tarif baru tersebut mencakup bea tetap sebesar 10% terhadap semua mitra dagang, yang langsung memicu respons balasan dari negara-negara seperti Tiongkok. Dampak dari kebijakan ini mengharuskan banyak perusahaan untuk mempertimbangkan kembali rencana perekrutan mereka. Data sebelumnya menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja ternyata masih dapat bertahan meskipun terdapat rebound yang lebih kecil dari sebelumnya. Namun, angka bulan Maret menunjukkan situasi yang lebih stabil, walaupun terdapat revisi penurunan yang cukup signifikatif untuk hitungan bulan Januari dan Februari.
Sektor perawatan kesehatan tetap menjadi area pertumbuhan yang signifikan, menambah 54.000 pekerjaan sepanjang bulan Maret, diikuti oleh sektor bantuan sosial dan ritel yang masing-masing menambah 24.000 pekerjaan. Namun, sektor pemerintah federal mengalami penurunan, yang dapat menjadi indikator adanya penghematan anggaran yang lebih ketat.
Rata-rata pendapatan per jam tercatat mengalami perubahan sebesar 0,3% pada bulan Maret, menepati ekspektasi pasar. Meski demikian, tingkat tahunan sebesar 3,8% sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan, menjadi level terendah sejak Juli 2024. Rata-rata minggu kerja tidak mengalami perubahan, tetap berada di angka 34,2 jam.
Meskipun laporan terbaru menunjukkan bahwa ekonomi AS masih mampu menambah lapangan kerja, ketidakpastian mengenai kebijakan tarif dan potensi pemutusan hubungan kerja tetap menjadi perhatian. Glen Smith dari GDS Wealth Management menegaskan pentingnya menyikapi angka ketenagakerjaan dengan hati-hati, mengingat data ini merefleksikan situasi yang telah berlalu dan tidak mencerminkan tantangan yang akan dihadapi dalam waktu dekat. Keputusan bisnis ke depan, terutama terkait perekrutan, kemungkinan akan dipengaruhi oleh bagaimana kebijakan perdagangan berkembang dalam beberapa bulan mendatang.