Pengepul minyak jelantah yang tergabung dalam Gabungan Pengepul Minyak Jelantah Indonesia (GPMJI) menggelar aksi damai di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta pada Rabu, 26 Februari 2025. Aksi ini dilakukan untuk menuntut solusi terkait penghentian ekspor minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) yang terungkap dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025.
Humas GPMJI, Rano Rusdiana, menyatakan bahwa kebijakan penghentian ekspor ini sangat merugikan usaha para pengepul, yang sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Jumlah peserta aksi sekitar 2.000 orang yang berasal dari Jabodetabek, berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Pulau Sumatera seperti Palembang dan Pekanbaru,” ujarnya. Rano menambahkan bahwa mereka bersatu untuk menuntut penyelesaian masalah yang dihadapi akibat kebijakan tersebut.
Sejak terbitnya Permendag yang berlaku sejak 8 Januari 2025, para pengepul mengaku mengalami kesulitan berusaha. “Pemutusan ekspor ini membuat usaha kami terhenti dan berisiko menghancurkan mata pencaharian kami,” ungkap Rano. Dia juga menyayangkan tidak adanya kejelasan mengenai pengelolaan minyak jelantah yang sudah dikumpulkan. “Kami sudah dua bulan tidak bisa bekerja. Minyak jelantah yang kami kumpulkan mau dibuang ke mana?” tambahnya.
Selama aksi unjuk rasa, Ketua Perkumpulan Penghimpun Minyak Jelantah Bersatu (PPJB), Marimbun Siagian, menegaskan bahwa kebijakan Permendag tersebut merugikan banyak pihak. “Kami menentang Permendag ini karena sudah dua bulan kami tidak bisa mencari nafkah. Jika pemerintah belum siap, kami minta untuk buka ekspor lagi,” katanya. Para pengepul juga menyampaikan kekhawatiran mereka menjelang bulan suci Ramadan dan Idulfitri, karena tanpa penghasilan, mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Aksi ini tidak hanya menyoroti dampak ekonomi, tetapi juga memperhatikan isu lingkungan. Para pengepul berperan dalam mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan minyak bekas ke sungai dan kali. “Dengan mengumpulkan minyak jelantah dari rumah tangga dan restoran, kami membantu menjaga kebersihan lingkungan,” ungkap Rano.
Setelah orasi berlangsung, pihak Kemendag memberikan kesempatan bagi perwakilan massa untuk melakukan pertemuan dengan pejabat terkait. Sebanyak 11 orang utusan dari pengepul diundang untuk menyampaikan aspirasi yang sebelumnya juga sudah diajukan di Kemenko Pangan. Marimbun melaporkan bahwa mereka diterima oleh Sekretaris Jenderal Kemendag, Isy Karim, dan Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Farid Amir, yang menjelaskan mengenai situasi dan kebijakan yang dihadapi para pengepul.
Dalam pertemuan tersebut, Kemendag menyatakan bahwa mereka telah menerima aspirasi para pengepul dan berusaha memperjuangkan pembukaan kembali ekspor minyak jelantah. Farid Amir berjanji akan menyampaikan semua tuntutan para pendemo dalam rapat kementerian mendatang. “Kami akan mendorong pembukaan ekspor dalam Rakortas yang diusulkan secepatnya karena sifat dan urgensinya,” ujar Marimbun, mengutip pernyataan Sekjen Kemendag.
Lebih lanjut, Marimbun juga menyampaikan harapannya bahwa jika keputusan Rakortas tetap melarang ekspor, BUMN seperti Pertamina dapat membantu menyerap minyak jelantah yang sudah dikumpulkan oleh pengepul di seluruh Indonesia. Farid Amir bahkan mendatangi massa demonstran dan meminta doa dari mereka agar perjuangan untuk membuka ekspor jelantah dapat berhasil.
Dengan tuntutan yang jelas dan dukungan dari banyak pihak dalam aksi tersebut, masa depan para pengepul minyak jelantah kini tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Situasi ini menggambarkan perlunya perhatian lebih terhadap sektor UMKM yang memiliki kontribusi signifikan bagi perekonomian dan lingkungan hidup.