Pengusaha Truk Ancam Mogok, Menhub Beri Klarifikasi SKB

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengeluarkan ancaman untuk menghentikan operasi angkutan barang. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai pembatasan angkutan barang yang berlaku dari 24 Maret hingga 8 April 2025. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi memberikan tanggapan resmi terkait ancaman mogok tersebut, menjelaskan bahwa ketentuan itu telah disepakati bersama oleh berbagai instansi pemerintah.

Dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Dudy menegaskan bahwa keputusan SKB diambil melalui diskusi antara Direktorat Jenderal Darat Kementerian Perhubungan, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, dan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. Ia mengatakan, “Jadi itulah yang saat ini yang sudah dikeluarkan dan itu yang akan dilaksanakan,” saat usai rapat koordinasi di Kantor Kemenhub.

Dudy juga menambahkan bahwa hingga saat ini, belum ada rencana untuk merevisi SKB tersebut. “Kita belum melihat perlu dilakukannya revisi atas pembelakuan SKB ini,” ujarnya, menandaskan bahwa keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan banyak aspek.

Pembatasan yang diberlakukan dalam SKB itu berlaku selama dua minggu dan dapat berdampak signifikan pada kelancaran distribusi barang dan logistik, terutama di pelabuhan. Meski layanan kapal dan bongkar muat barang terus berjalan, penghentian operasi truk dikhawatirkan dapat menyebabkan penumpukan barang dan peti kemas di pelabuhan.

Jika penumpukan barang terjadi, biaya logistik diperkirakan akan meningkat karena ketidakseimbangan antara volume barang yang terus masuk dan kapasitas pengangkutannya. Ini jelas menjadi masalah besar bagi pelaku usaha, terutama dalam menjaga kelancaran rantai pasokan.

Aptrindo mengumumkan bahwa mereka akan memulai mogok operasional truk pada 20 Maret 2025 hingga 8 April 2025, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tersebut. Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, mengecam durasi pembatasan yang dianggap terlalu lama dan tidak sejalan dengan cita-cita pemerintah untuk menopang perekonomian nasional. Ia menyatakan, “Jika ekspor-impor pun dibatasi, ini justru kontraproduktif dengan upaya pertumbuhan ekonomi,” dalam keterangan tertulisnya.

Dari sisi lain, pelaksanaan SKB tersebut dinilai akan membawa dampak luas yang tidak hanya mengganggu operasional pengangkutan barang, tetapi juga memengaruhi sektor ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan yang lebih seimbang antara pengaturan lalu lintas dan kebutuhan logistik menjadi penting agar tidak hanya mengutamakan aspek keamanan tetapi juga mempertimbangkan kelangsungan bisnis yang bergantung pada transportasi barang.

Pengusaha dan stakeholders lain di bidang logistik perlu terlibat dalam dialog dengan pemerintah untuk mencari solusi yang lebih baik. Hal ini dapat mencakup pembahasan mengenai fleksibilitas dalam operasional truk di masa-masa tertentu, serta cara-cara lain untuk memastikan kelancaran distribusi barang tanpa mengorbankan keamanan di jalan raya.

Kebijakan ini, meskipun dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan ketertiban lalu lintas, harus diimbangi dengan pertimbangan terhadap dampak ekonomi yang lebih luas. Dalam jangka panjang, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha di sektor transportasi menjadi kunci untuk menciptakan regulasi yang tidak hanya aman, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Keputusan Aptrindo untuk mogok memberikan sinyal bahwa kebijakan yang diterapkan harus sejalan dengan suara dan kebutuhan dari pelaku industri, untuk menjaga agar sektor logistik tetap dapat beroperasi dengan efisien. Dengan dialog yang terbuka, diharapkan solusi yang saling menguntungkan dapat ditemukan demi kemajuan perekonomian nasional.

Berita Terkait

Back to top button