
Para pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) melakukan aksi unjuk rasa di depan Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari Rabu, 20 Maret 2025. Aksi ini menyebabkan kemacetan lalu lintas yang signifikan di kawasan pelabuhan terbesar di Indonesia, dengan kemacetan mulai dari Gang Sate, Tanah Merdeka, Cilincing hingga arah Lampu Merah Mambo, Koja. Unjuk rasa berlangsung sebagai bentuk penolakan terhadap pembatasan operasional truk yang dijadwalkan akan berlangsung selama 16 hari, mulai dari 24 Maret hingga 8 April 2025.
Para pengusaha truk menilai bahwa durasi libur Lebaran yang terlalu panjang ini dapat memberikan dampak negatif pada ekonomi, terutama di kawasan pelabuhan dan para pelaku usaha angkutan. Rencana aksi unjuk rasa ini juga akan berlanjut ke tanggal 21 Maret 2025, dengan harapan pemerintah mempertimbangkan kembali waktu pembatasan operasional yang dinilai terlalu berlebihan. Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari pembatasan tersebut.
“Periode libur Lebaran 2025 ini sangat panjang dan berpengaruh pada pengusaha truk, kontainer, sopir, kernet, hingga buruh pelabuhan,” ungkap Tarigan. Pada tahun sebelumnya, masa libur Lebaran berlangsung selama 10 hari, yang terdiri dari lima hari sebelum dan lima hari setelah Lebaran. Dengan jangka waktu yang kini menjadi 16 hari, pengusaha mengkhawatirkan keberlangsungan ekonomi mereka, khususnya dalam sektor transportasi barang.
Menurut data yang diperoleh, jumlah pemudik tahun ini diperkirakan turun 24,6% dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa meski libur yang lebih panjang ditetapkan, jumlah orang yang memanfaatkan momen tersebut untuk mudik cenderung menurun. Tarigan menilai bahwa seharusnya angka libur Lebaran kali ini lebih singkat daripada tahun lalu.
Dalam unjuk rasa tersebut, para pengusaha mengutarakan sejumlah poin penting, antara lain:
1. Pembatasan operasional selama 16 hari dianggap berlebihan dan dapat mengganggu aktivitas distribusi barang.
2. Pengusaha truk dan pihak terkait lainnya harus tetap beroperasi untuk menjaga kelancaran supply chain.
3. Penurunan jumlah pemudik tidak sebanding dengan lama waktu libur yang ditetapkan.
4. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi sektor transportasi dan logistik.
Protes tersebut juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh sektor transportasi di Indonesia, di mana keberlanjutan operasional sangat penting untuk mendukung aktivitas ekonomi. Beberapa pengusaha merasa bahwa keputusan pemerintah yang berkaitan dengan pengaturan masa libur tidak cukup mempertimbangkan dampak pada sektor transportasi dan ketahanan ekonomi secara keseluruhan.
Sebagai tambahan, unjuk rasa ini juga menampilkan solidaritas antara pengusaha truk dan pekerja di sektor pelabuhan lainnya, yang merasakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah. Para pekerja berharap agar suara mereka didengar, karena keputusan yang diambil akan berdampak pada mata pencaharian mereka.
Ketidakpuasan ini bukan hanya soal durasi libur, tetapi juga mencerminkan ketidakjelasan dalam regulasi dan kebijakan pemerintah yang dipandang kurang mempertimbangkan kebutuhan nyata di lapangan. Dengan demikian, gerakan ini tidak hanya sekadar tentang pembatasan operasional, tetapi menjadi simbol perjuangan untuk menciptakan kepastian dalam sektor transportasi dan logistik di Indonesia.
Aksi unjuk rasa di Tanjung Priok menjadi titik penting bagi pengusaha truk dalam menyuarakan hak mereka dan mengajak pemerintah untuk lebih memperhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan kelangsungan usaha mereka, terutama menjelang periode libur besar seperti Lebaran.