Perkuat Keamanan Identitas Digital: Hadapi Ancaman Deepfake di RI

Dalam era digital yang terus berkembang, ancaman terhadap keamanan identitas semakin nyata. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan industri fintech yang pesat, kini dihadapkan pada tantangan besar: deepfake. Bersama dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Advance.AI, penyedia solusi verifikasi identitas digital berbasis kecerdasan buatan, mengadakan diskusi bertajuk "Deepfake and the Challenge of Trust" untuk membahas hal ini pada hari Selasa lalu. Diskusi tersebut dihadiri oleh lebih dari 50 peserta yang terdiri dari regulator, pimpinan industri fintech, dan pakar teknologi.

Dalam diskusi ini, para narasumber menyoroti fenomena deepfake yang mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa kasus deepfake di kawasan Asia Pasifik meningkat sebesar 1.530% hanya dalam satu tahun, antara 2022 dan 2023. Studi FICO tahun ini pun mengungkapkan bahwa 64% masyarakat Indonesia pernah mengalami percobaan penipuan, sementara 36% lainnya merasa khawatir akan pencurian identitas.

Ludy Arlianto, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menegaskan pentingnya strategi manajemen risiko yang komprehensif. "Pemalsuan identitas dapat membahayakan keamanan dan privasi konsumen," ujarnya. Dalam blueprint Transformasi Digital Perbankan nasional, OJK telah mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi canggih, termasuk deepfake, yang berpotensi mengelabui proses verifikasi Electronic-Know Your Customer (eKYC).

Sebagai langkah konkret, OJK telah menerbitkan Surat Edaran OJK No. 29 Tahun 2022. Surat edaran ini berisi tentang ketahanan dan keamanan siber serta pedoman anti-fraud untuk pelaku inovasi teknologi di sektor keuangan. Selain itu, OJK dan AFTECH sedang merancang kode etik untuk penggunaan kecerdasan buatan dan segera merilis Cybersecurity Guideline khusus untuk industri teknologi keuangan.

Aries Setiadi, Direktur Eksekutif AFTECH, menyampaikan harapannya untuk memanfaatkan kemajuan AI guna meningkatkan kepercayaan dalam ekosistem fintech. "Dengan memahami tantangan yang ada, kita dapat memanfaatkan inovasi AI tidak hanya untuk memitigasi ancaman deepfake, tetapi juga untuk memperkuat keamanan dan transparansi," ungkapnya.

Di sisi lain, Anggraini Rahayu, Managing Director Advance.AI, mengungkapkan bahwa kemajuan dalam konten yang dihasilkan oleh AI (AIGC) menjadikan mitigasi ancaman deepfake sebagai isu penting. "Kami menerapkan sistem pencegahan dan deteksi berlapis yang mencakup autentikasi biometrik berbasis AI dan deteksi penipuan melalui machine learning," tuturnya. Inisiatif ini bertujuan memastikan bahwa institusi keuangan dapat lebih efektif dalam mengenali dan mencegah penipuan.

Berikut beberapa poin penting yang dibahas dalam diskusi ini:

  1. Peningkatan Kasus Deepfake: Kasus deepfake di Asia Pasifik meningkat sebesar 1.530% dari tahun sebelumnya.
  2. Penipuan Keuangan: 64% masyarakat Indonesia pernah menjadi korban percobaan penipuan, 36% lainnya khawatir akan pencurian identitas.
  3. Strategi OJK: OJK menerbitkan pedoman tentang ketahanan dan keamanan siber serta strategi anti-fraud.
  4. Inovasi AI: Upaya pemanfaatan AI dalam meningkatkan keamanan dan transparansi dalam verifikasi identitas digital.
  5. Pendekatan Multi-Lapisan: Keberadaan sistem deteksi fraud yang berbasis teknologi mutakhir untuk mencegah penipuan.

Penerapan teknologi yang tepat dan kebijakan yang komprehensif diharapkan dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital di Indonesia. Dengan terus berkembangnya ancaman siber, sinergi antara pemangku kepentingan dan inovasi teknologi menjadi kunci dalam menjaga keamanan identitas digital dan memperkuat sistem keuangan bangsa.

Exit mobile version