
Perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi pekerja migran Indonesia semakin menjadi sorotan di tengah meningkatnya kasus pelanggaran yang dialami oleh mereka di luar negeri. Dalam forum peluncuran laporan “Business and Human Rights (BHR) Outlook 2025: 10 Prioritas Isu Bisnis dan HAM di Indonesia”, sejumlah pakar menekankan pentingnya penguatan perlindungan bagi pekerja migran.
Lany Harijanti, yang mewakili Global Reporting Initiative (GRI) ASEAN, mengungkapkan bahwa perusahaan seringkali tidak memprioritaskan pemenuhan hak asasi manusia dalam operasional mereka. “Perlu ada pengawasan yang ketat pada perusahaan, terutama di tingkatan terbawah yang sering kali mengalami praktik kerja paksa dan penggunaan pekerja anak dalam rantai pasok,” ujarnya. Dengan pengawasan yang lebih baik, diharapkan pengabaian terhadap hak-hak dasar pekerja migran dapat diminimalisir.
Laporan tersebut, yang diterbitkan Setara Institute bersama Sustainable-Inclusive Governance Initiative (SIGI), menawarkan gambaran tentang tantangan yang dihadapi oleh pekerja migran. Penanggapan dari International Organization for Migration (IOM) Indonesia, Michael Yudha Wiratno, menambahkan pentingnya perlindungan pekerja migran berdasarkan tiga pilar dari United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Menurutnya, kondisi para pekerja yang rentan terhadap pelanggaran HAM membutuhkan perhatian lebih dari negara melalui kebijakan dan peraturan yang jelas.
Ada banyak isu yang menjadi perhatian, salah satunya adalah perlindungan pekerja migran di wilayah konflik. Armaen bin Abdullah, pekerja kemanusiaan di IOM yang pernah bertugas di Irak dan Ukraina, menyampaikan pengalamannya berhadapan dengan pekerja migran yang terjebak dalam kondisi sulit. Dia menjelaskan bagaimana pekerja migran bahkan harus menyeberangi perbatasan secara ilegal untuk mencari perlindungan dari pekerjaan mereka yang sebelumnya tidak manusiawi. “Pekerja migran ini bisa berada di mana saja, dan banyak di antara mereka yang mengalami berbagai kesulitan,” tuturnya.
Dalam konteks ini, Nabhan Aiqani dari Setara Institute menegaskan bahwa laporan yang dirilis mencakup sepuluh isu prioritas yang semua pihak harus perhatikan. Beberapa di antaranya berkaitan langsung dengan perlindungan pekerja migran, di antaranya:
1. Memastikan tata kelola yang transparan dalam sektor perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur.
2. Mendorong perdagangan karbon yang adil untuk mencegah perubahan iklim.
3. Menjamin perlindungan hak bagi pekerja sektor informal dan pekerja rumah tangga.
4. Memastikan perlindungan pekerja serta serikat pekerja untuk menciptakan pekerjaan yang layak.
5. Memberikan perlindungan pekerja migran di darat dan laut dari praktik pelanggaran HAM.
6. Memastikan transisi yang adil dalam konteks transisi energi.
7. Mensinergikan kebijakan perlindungan HAM dalam operasional bisnis.
8. Mendorong penerapan kebijakan uji tuntas HAM.
9. Mencegah sektor keuangan dari mendanai proyek yang berpotensi melanggar HAM.
10. Merespons secara serius upaya integrasi bisnis dengan prinsip-prinsip HAM.
Pentingnya perlindungan terhadap pekerja migran tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama mengingat banyaknya kasus pelanggaran yang terjadi. Laporan ini diharapkan bisa menjadi pendorong bagi pemerintah dan sektor bisnis untuk berkomitmen secara lebih serius dalam melindungi hak asasi pekerja migran. Dengan upaya kolaboratif antar pemangku kepentingan, diharapkan perlindungan HAM bagi pekerja migran Indonesia bisa ditegakkan dengan lebih baik, mengingat mereka berkontribusi besar dalam perekonomian negara.