Indonesia

Petani Nagekeo NTT: Pupuk Subsidi Tingkatkan Ketahanan Pangan

Dengan sinar matahari yang mulai menyinari pagi, ribuan butiran pupuk berwarna merah muda terhampar di antara tanaman padi yang tengah tumbuh. Di Desa Ratedao, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, seorang petani bernama Maksi Yenge berusia 64 tahun, terlihat sibuk menebarkan pupuk di ladangnya. Sudah hampir lima tahun setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil, Maksi memutuskan untuk menekuni pertanian sebagai modal untuk menghidupi keluarganya.

Maksi memanfaatkan lahan seluas setengah hektar di belakang rumahnya untuk menanam padi, setiap kali musim hujan tiba. Menurutnya, pemupukan sangat penting untuk mendukung pertumbuhan padi, yang melalui dua fase: vegetatif dan generatif. “Pupuk harus diberikan pada waktu yang tepat agar dapat diserap dengan baik oleh tanaman,” ujar Maksi, menjelaskan pentingnya waktu dalam pemupukan.

Dalam satu hektar lahan, kebutuhan pupuk yang dibutuhkan mencapai 400 kg. Dengan lahan yang ia miliki, Maksi harus menyediakan 200 kg pupuk, yang terdiri dari pupuk NPK dan Urea. Di masa lalu, ketika ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli pupuk, hasil panennya menurun menjadi hanya 14 karung gabah kering. Namun, setelah memanfaatkan pupuk subsidi, produksinya meningkat 20-25 karung per panen. “Pupuk subsidi benar-benar membantu ketahanan pangan keluarga saya,” jelasnya.

Selain Maksi, Peter Tenda, seorang petani muda berusia 32 tahun, juga menunjukkan manfaat penggunaan pupuk subsidi. Berbeda dengan Maksi, Peter menghadapi tantangan tanahnya yang memiliki kadar garam tinggi, yang berdampak negatif terhadap hasil panennya. “Jika tidak menggunakan pupuk, hasil panen bisa turun drastis,” kata Peter. Ia biasanya menggunakan dua kali pemupukan dalam satu musim tanam, mengandalkan kombinasi pupuk Urea dan NPK untuk meningkatkan produktivitas lahan sawahnya.

Bagi Peter, pupuk subsidi adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan hasil pertaniannya di tengah tantangan tersebut. “Selama ini, banyak petani muda di desa kami lebih memilih merantau karena hasil pertanian yang tidak memuaskan,” papar Peter, menunjukkan betapa sulitnya hidup sebagai petani di kawasan tersebut.

Penyuluhan tentang cara pemupukan dan perawatan tanaman juga sangat berpengaruh. Baik Maksi maupun Peter mengungkapkan pentingnya melakukan pemupukan di waktu yang tepat sesuai dengan pertumbuhan padi. Mereka sepakat bahwa pengendalian hama yang baik juga berkontribusi pada hasil panen yang maksimal.

Namun, di balik keberhasilan ini, ada tantangan yang dihadapi petani di Nagekeo. Menurut data, lebih dari 50% petani di daerah tersebut terjebak dalam utang, yang berdampak negatif terhadap produktivitas mereka. Banyak yang tidak mampu membeli pupuk atau peralatan pertanian yang memadai.

Baik Maksi maupun Peter mengandalkan program subsidi pemerintah untuk mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau. Maksi berpendapat, “Dengan adanya pupuk subsidi, kami bisa berbenah diri dan memaksimalkan lahan yang ada, serta berpotensi mendukung ketahanan pangan daerah.” Peter menambahkan, “Pupuk berkualitas sangatlah penting untuk mempertahankan harapan kami sebagai petani.”

Keduanya berharap, dengan dukungan yang terus berlanjut dari pemerintah dan penyuluhan yang lebih baik, mereka bisa meningkatkan hasil pertanian dan kehidupan mereka. Pupuk subsidi yang mereka gunakan bukan hanya untuk bertani, tetapi untuk memastikan masa depan anak-anak mereka. “Kami ingin anak-anak kami punya pendidikan yang lebih baik,” tutup Maksi dengan harapan yang menggebu-gebu.

Kisah hidup petani di Nagekeo seperti Maksi dan Peter menggambarkan ketahanan dan semangat juang dalam menghadapi tantangan untuk mencapai kesejahteraan. Dengan memanfaatkan pupuk subsidi dan pengetahuan yang tepat, mereka berupaya untuk mewujudkan cita-cita ketahanan pangan di tengah keterbatasan.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button