
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada Senin, 24 Maret 2025, memutuskan untuk mengembalikan kekuasaan Perdana Menteri Han Duck-soo sebagai penjabat presiden sementara. Keputusan ini mengakhiri periode ketidakpastian politik yang melanda negara tersebut setelah pemakzulannya hampir tiga bulan sebelumnya. Kembali ke tampuk kepemimpinan, Han Duck-soo berkomitmen untuk memanfaatkan pengalamannya dalam menghadapi tantangan-tantangan global yang dihadapi Korea Selatan saat ini.
Han Duck-soo awalnya dilantik sebagai penjabat presiden setelah pemakzulan presiden Yoon Suk Yeol, yang juga terlibat dalam skandal politik terkait keputusan darurat militer yang hanya berlangsung singkat. Setelah pemakzulannya, Han terdampak oleh ketegangan politik yang semakin memuncak di parlemen, dimana ia tidak berhasil meluluskan pengangkatan beberapa hakim baru ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini mendorong parlemen untuk memakzulkannya berdasarkan tuduhan bahwa ia tidak berupaya menghalangi keputusan Yoon untuk mengumumkan darurat militer.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi, sebanyak tujuh hakim memilih untuk membatalkan pemakzulan Han, dengan lima hakim menilai bahwa meskipun mosi pemakzulan dianggap sah, tidak ada cukup bukti untuk menuduh Han melanggar konstitusi atau hukum. Sementara itu, dua hakim berpendapat bahwa mosi pemakzulan tersebut tidak sah karena tidak mendapatkan dukungan dari dua pertiga suara anggota parlemen.
“Keputusan bijaksana yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi ini sangat berarti bagi kami,” ungkap Han dalam sebuah pernyataan setelah keputusan tersebut. Ia bertekad untuk mengetuai upaya-upaya strategis dalam menyediakan respons terhadap berbagai perubahan global yang terjadi, serta memastikan perkembangan yang berkelanjutan untuk Korea Selatan.
Han Duck-soo, yang kini berusia 75 tahun, memiliki pengalaman lebih dari tiga dekade di dalam pemerintahan di bawah lima presiden yang berbeda. Meskipun latar belakang politiknya kaya akan perbedaan ideologi, Han dikenal sebagai figur yang lebih netral dan dianggap sebagai penjembatan dalam politik yang terbagi di Korea Selatan.
Sebelum kembali menjabat, posisi penjabat presiden sementara diisi oleh Menteri Keuangan Choi Sang-mok. Hal ini terjadi saat Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan kasus pemakzulan Yoon dan Han, yang berpotensi mengubah dinamika kepemimpinan di negara yang merupakan ekonomi terbesar keempat di Asia ini.
Masyarakat Korea Selatan menyaksikan kekacauan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, di tengah meningkatnya pengunduran diri dan pemakzulan pejabat tinggi. Pemberlakuan darurat militer yang mendadak oleh Presiden Yoon pada 3 Desember 2024, meskipun terjadi hanya enam jam, telah memicu gelombang protes yang melibatkan banyak anggota parlemen yang menolak usulan tersebut.
Dalam konteks ini, perkembangan politik yang berkelanjutan dan sinergi antara pemimpin dan legislatif menjadi sangat krusial. Organisasi pemerintahan yang stabil dan transparan akan membantu mengatasi berbagai tantangan, termasuk perubahan geopolitik yang merambah berbagai aspek kehidupan masyarakat di Korea Selatan.
Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pemakzulan presiden Yoon diharapkan akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Yoon menghadapi proses hukum terkait dugaan memimpin pemberontakan dengan mengumumkan darurat militer, yang jika terbukti, bisa memengaruhi nasib politiknya serta masa depan pemerintahan di Seoul. Jika Yoon disingkirkan, pemilihan presiden baru akan diadakan dalam waktu 60 hari, menandai fase baru dalam perjalanan demokrasi Korea Selatan. Sementara itu, Han Duck-soo, dengan pengalaman luas dan pemahaman mendalam mengenai berbagai isu domestik dan internasional, diharapkan dapat menavigasi masa sulit ini dengan bijaksana dan efektif untuk kesejahteraan bangsa.