Peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) oleh Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 24 Februari 2025 di Istana Kepresidenan Jakarta menuai sejumlah kritik dan kontroversi. Banyak pihak menilai adanya masalah serius dalam penunjukan struktur pengurus badan tersebut, terutama terkait dengan rangkap jabatan dan rekam jejak pengurusnya.
Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa, menjadi salah satu pihak yang vokal dalam menyoroti permasalahan ini. Ia menunjukkan prihatin atas penunjukkan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, sebagai CEO Danantara. Menurut Fahmi, kombinasi posisi regulasi dan operasional dalam satu individu dinilai tidak sesuai dengan prinsip good corporate governance. “Sebenarnya di undang-undang itu seharusnya ada pemisahan antara regulator dengan operator. Nah ini otomatis, pemerintah dua-duanya ada di dalamnya. Jadi, sebagai regulator dia mengatur tapi juga sebagai operator,” ungkap Fahmi dalam sebuah diskusi daring.
Penunjukan Rosan Roeslani sebagai CEO Danantara berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat tugas dan tanggung jawabnya sebagai menteri akan bersinggungan langsung dengan operasional badan tersebut. Hal ini menjadi sorotan tajam karena berlawanan dengan praktek pengelolaan yang transparan dan akuntabel. Di samping itu, Fahmi juga mengkritisi penunjukan Burhanuddin Abdullah sebagai Ketua Tim Dewan Pakar Danantara. Burhanuddin sebelumnya terlibat dalam kasus korupsi terkait dana Bank Indonesia, yang tentu saja menjadi catatan buruk dalam kredibilitasnya.
Adapun peluncuran Danantara ini diharapkan dapat mengelola investasi nasional dengan lebih baik dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Presiden Prabowo menyatakan bahwa melalui Danantara, pengelolaan kekayaan bangsa dapat lebih terarah demi kesejahteraan rakyat. Namun, dengan adanya kontroversi ini, publik mulai mempertanyakan kepercayaan terhadap lembaga baru yang diharapkan dapat menjawab tantangan investasi di Indonesia.
Struktur pengurus Danantara sendiri terdiri dari:
-
Dewan Pengawas:
- Ketua: Menteri BUMN, Erick Thohir
- Wakil Ketua: Muliaman Hadad, mantan Kepala Danantara
- Anggota: Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
-
Badan Pelaksana:
- CEO: Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani
- COO: Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria
- CIO: Pandu Sjahrir, Managing Partner di Indies Capital dan Founding Partner di AC Ventures
- Dewan Penasihat:
- Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi)
- Organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Kritik yang mengemuka juga menyoroti bahwa tanah yang dikelola Danantara bukan merupakan aset yang tidak bermasalah. Menurut Fahmi, ada potensi ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga baru ini, terutama setelah mempertimbangkan perjalanan dan rekam jejak pengurusnya. Keberadaan seseorang dengan catatan negatif di posisi strategis berpotensi merugikan investasi yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Seiring berjalannya waktu, penting bagi pemerintah untuk memberikan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi, serta memastikan bahwa keputusan yang diambil sejalan dengan prinsip-prinsip good corporate governance. Dengan membenahi struktur pengelolaan dan menjaga integritas para pengurus, harapan untuk mencapai target investasi yang berkelanjutan di Indonesia bisa lebih terwujud.