Polusi udara di Bangkok, ibu kota Thailand, semakin memburuk, memaksa lebih dari 350 sekolah ditutup pada Jumat, 24 Januari 2025. Otoritas kota mengambil langkah tegas ini untuk melindungi kesehatan anak-anak dan masyarakat, menyusul meningkatnya kadar polutan yang membahayakan di udara. Menurut laporan, hingga saat ini, 352 dari 437 sekolah di bawah naungan Otoritas Metropolitan Bangkok telah menghadapi penutupan akibat tingkat polusi yang mengkhawatirkan.
Sebelumnya, pada Kamis, 23 Januari 2025, lebih dari 250 sekolah sudah ditutup. Otoritas daerah juga meminta warga untuk bekerja dari rumah dan mengurangi penggunaan kendaraan berat di jalanan yang semakin padat. Walaupun polusi udara musiman telah menjadi masalah yang biasa di Thailand, situasi saat ini dianggap lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Fenomena ini sering terjadi karena udara dingin di musim dingin yang stagnan, di mana asap dari pembakaran sisa pertanian dan emisi kendaraan bercampur, menciptakan kabut berbahaya.
Menurut data IQAir, pada hari Jumat, kadar PM2.5—partikel halus yang dapat menembus aliran darah melalui paru-paru—mencapai 108 mikrogram per meter kubik. Angka ini jauh di atas batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menyarankan paparan maksimal 15 mikrogram per meter kubik. Akibatnya, Bangkok saat ini menjadi salah satu kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia, menempati posisi ketujuh.
Keadaan ini telah memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat. “Sulit bernapas. Saya benar-benar merasakan panas di tenggorokan,” ungkap Benjawan Suknae, seorang penjual minuman, menggambarkan dampak dari polusi yang berkepanjangan. Dia menilai penutupan sekolah dapat membantu mengatasi masalah ini, setidaknya untuk sementara waktu.
Menanggapi situasi darurat ini, pemerintah kota berusaha mengurangi kemacetan lalu lintas dengan memberikan layanan transportasi umum secara gratis selama seminggu. “Kami berharap kebijakan ini akan membantu mengurangi polusi,” kata Menteri Transportasi, Suriya Juangroongruangkit. Layanan yang mencakup Skytrain, metro, dan bus di ibu kota akan dimulai pada Sabtu, 25 Januari 2025.
Selain itu, Menteri Dalam Negeri Thailand, Anutin Charnvirakul, telah mengeluarkan larangan pembakaran jerami, yang merupakan penyebab polusi utama di daerah pertanian. Pelanggar akan menghadapi tindakan hukum untuk mengurangi dampak negatif terhadap kualitas udara. Upaya ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang.
Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra, yang saat ini menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Swiss, juga menyerukan langkah-langkah lebih lanjut untuk menangani masalah polusi di Thailand. Dia menekankan perlunya membatasi proyek konstruksi di kawasan ibu kota dan mencari kolaborasi dengan negara tetangga untuk mengatasi isu ini secara komprehensif. “Saya pikir harus ada lebih banyak kesadaran yang ditingkatkan, dan mungkin kebijakan bekerja dari rumah akan menjadi yang terbaik,” ungkap Wisut Kitnarong, seorang pekerja lepas.
Pada tengah minggu ini, pemerintah kota juga telah memperkenalkan skema bekerja dari rumah secara sukarela sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban lalu lintas dan emisi dari kendaraan. Masyarakat diminta untuk lebih berhati-hati dalam melangkah keluar dari rumah dan mempertimbangkan untuk menggunakan masker saat berada di luar ruangan.
Krisis polusi udara ini menambahkan tekanan pada pemerintah Thailand untuk segera mengambil tindakan yang lebih berani dan efektif. Penutupan sekolah adalah langkah kritis dalam melindungi siswa dan memastikan keselamatan publik di tengah situasi yang memburuk. Seiring dengan upaya mitigasi saat ini, masih ada harapan bahwa dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, kualitas udara di Thailand dapat diperbaiki di masa depan.