Peradilan Prancis telah membuat langkah signifikan dalam menangani dugaan kejahatan yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad. Pada Selasa, 21 Januari 2025, Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, mengumumkan bahwa sebuah surat perintah penangkapan telah dikeluarkan terhadap mantan presiden Suriah itu atas tuduhan keterlibatan dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Keputusan ini diumumkan melalui akun media sosial Barrot, menekankan komitmen Prancis untuk menegakkan keadilan bagi warga Suriah.
Tindakan hukum ini diambil sebagai bagian dari penyelidikan yang lebih luas mengenai kematian seorang warga negara Prancis yang berasal dari Suriah pada tahun 2017. Kantor Kejaksaan Antiterorisme Nasional Prancis (PNAT) telah meminta penerbitan surat perintah tersebut pada 16 Januari setelah mengumpulkan bukti yang relevan. Hakim investigasi kemudian mengeluarkan surat perintah penangkapan ini pada 20 Januari, menuduh al-Assad terlibat dalam berbagai kejahatan, termasuk pembunuhan, serta penyerangan yang disengaja terhadap warga sipil.
Kejahatan yang dituduhkan terhadap Bashar al-Assad bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, pada November 2023, pengadilan Prancis telah mengeluarkan surat perintah serupa, mengaitkan al-Assad dengan serangan kimia yang menargetkan warga sipil di Ghouta Timur pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan hukum terhadap mantan pemimpin Suriah terus meningkat, seiring dengan upaya negara-negara Eropa dan sekutunya untuk meminta pertanggungjawaban rezimnya atas berbagai kekejaman selama perang saudara yang berkepanjangan.
Dalam kunjungan ke Penjara Sednaya di Damaskus pada awal Januari, Barrot dan mitranya dari Jerman, Annalena Baerbock, turut menyoroti lokasi penahanan yang dikenal sebagai fasilitas penyiksaan oleh rezim Assad. “Kengerian yang saya saksikan di Penjara Sednaya tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa hukuman,” ungkap Barrot, merefleksikan pengalaman yang menunjukkan betapa dalamnya pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di bawah kepemimpinan Assad.
Sejak dimulainya konflik di Suriah pada tahun 2011, al-Assad sudah lama dituduh terlibat dalam berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia telah mendokumentasikan serangkaian kejahatan, mulai dari serangan kimia hingga pembunuhan massal yang menyasar rakyat sipil. Situasi ini menciptakan konteks yang lebih besar di mana peradilan internasional berusaha menuntut pertanggungjawaban bagi pelanggar hak asasi manusia di seluruh dunia.
Kenyataan bahwa surat perintah penangkapan ini telah dikeluarkan mengindikasikan komitmen Prancis dalam menjaga prinsip hukum internasional. Ini bukan hanya sekadar tindakan hukum, tetapi juga simbol dari upaya yang lebih luas untuk menuntut keadilan bagi mereka yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia.
Namun, pertanyaan tetap muncul mengenai kemungkinan al-Assad untuk diadili. Meskipun tekanan terus meningkat, situasi politik dan sosial di Suriah yang rumit menambah tantangan bagi upaya penuntutan hukum ini. Observasi dan perkembangan lebih lanjut mengenai bagaimana masalah ini akan ditangani oleh komunitas internasional menjadi hal yang menarik untuk disaksikan.
Dengan situasi yang terus berkembang dan perhatian internasional yang terus meningkat, surat perintah penangkapan ini menandai langkah penting dalam jalur menuju akuntabilitas bagi pelanggaran yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad. Peradilan Prancis, bersama dengan dukungan dari komunitas global, berusaha keras untuk memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan dan mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan perang harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka.