Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa industri reasuransi di Indonesia mengalami penurunan premi sebanyak 5,41% pada November 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Total premi yang berhasil diraih oleh industri ini selama periode tersebut mencapai Rp25,12 triliun. Penurunan ini menunjukkan adanya tantangan yang semakin kompleks di pasar reasuransi, terutama terkait dengan fenomena “hardening market” yang masih berlangsung.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (KE PPDP), Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa sektor-sektor seperti properti dan rekayasa paling terpengaruh dengan kondisi pasar yang semakin ketat. “Hardening market terutama masih terjadi di sektor seperti properti dan engineering,” ungkap Ogi dalam pernyataannya. Permasalahan ini timbul di tengah keterbatasan kapasitas reasuransi domestik yang semakin tidak memadai untuk menampung risiko yang besar, sehingga perusahaan-perusahaan reasuransi terpaksa mengandalkan sumber reasuransi dari luar negeri.
Dari sisi klaim, industri reasuransi mencatatkan total klaim sebesar Rp13,03 triliun per November 2024, yang juga mengalami penurunan sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun klaim mengalami penurunan, industri ini masih mencatatkan pertumbuhan aset yang positif sebesar 6,5% year on year. Pertumbuhan ini memberikan harapan bahwa industri reasuransi dapat terus memperkuat kondisi finansialnya di tengah tantangan yang ada.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatatkan bahwa premi industri reasuransi pada semester I tahun 2024 mencapai Rp10,74 triliun, yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,4%. Pada periode yang sama tahun lalu, premi industri reasuransi mencapai Rp10 triliun. Hal ini mencerminkan adanya variasi dalam kinerja lini bisnis, di mana lini bisnis properti mencatatkan premi tertinggi mencapai Rp6,13 triliun, mengalami pertumbuhan 17% year on year dari sebelumnya Rp5,24 triliun pada semester I tahun 2023.
Selain lini bisnis properti, lini bisnis marine cargo juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan premi mencapai Rp983,6 miliar, naik 14,1% dibandingkan Rp861,8 miliar pada semester I tahun 2023. Namun, tidak semua lini bisnis menunjukkan tren positif. Premi asuransi kredit, misalnya, mengalami penurunan drastis sebesar 42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meskipun keseluruhan klaim untuk asuransi kredit meningkat 31% menjadi Rp488,9 miliar.
Di dalam industri reasuransi, penting untuk mencatat bahwa lini bisnis personal accident mencatatkan pertumbuhan premi yang paling tinggi, dengan kenaikan mencapai 234% menjadi Rp312,6 miliar pada semester I tahun 2024, dibandingkan dengan hanya Rp93,6 miliar pada semester I tahun lalu. Perkembangan ini menjadi salah satu sinyal positif di tengah dinamika negatif yang dialami oleh lini bisnis lainnya.
Angka klaim yang tercatat juga menunjukkan tren yang menarik. Secara keseluruhan, industri reasuransi mencatat klaim sebesar Rp2,35 triliun pada semester I tahun 2024, turun 35,4% dari Rp3,64 triliun pada semester I tahun sebelumnya. Lini bisnis properti menjadi yang tertinggi mencatatkan klaim sebesar Rp952,2 miliar, yang juga turun 45,4% year on year.
Dengan latar belakang ini, pelaku industri reasuransi diharapkan dapat menavigasi tantangan yang ada dengan strategi yang efektif. Mereka perlu meningkatkan kapasitas domestik dan mencari solusi inovatif untuk menjaga pertumbuhan di tengah persaingan dan kondisi pasar yang semakin sulit. Pertumbuhan aset yang positif diharapkan dapat menjadi landasan untuk mewujudkan strategi-strategi tersebut di masa yang akan datang.