Dunia

Presiden Iran Pezeshkian: Trump Beraksi dalam Diplomasi Palsu!

Presiden Iran Masoud Pezeshkian baru-baru ini melontarkan tudingan keras terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menyebutnya sebagai pemimpin yang melakukan pendekatan diplomatik palsu guna melemahkan pemerintahannya. Pernyataan tersebut disampaikan Pezeshkian dalam pidato publiknya di Teheran, saat perayaan ulang tahun ke-46 revolusi Iran yang berlangsung pada 9 Februari.

Dalam pidatunya, Pezeshkian dengan tegas menilai bahwa Trump berupaya menekan Iran agar bersedia bertekuk lutut dengan mengembalikan kampanye tekanan maksimum yang pernah dilakukannya selama masa jabatannya yang pertama. Kampanye ini, menurut Pezeshkian, bertujuan untuk membatalkan ekspor minyak Iran dan menghalangi aktivitas nuklirnya. Pezeshkian mengungkapkan kekecewaannya, mengingat langkah yang diambil Trump justru meningkatkan ketegangan antara kedua negara.

“Trump mengatakan bahwa ia ingin berunding, tetapi pada saat yang sama, ia menyetujui setiap kemungkinan konspirasi untuk membuat revolusi ini bertekuk lutut,” kata Pezeshkian. Pernyataan ini merujuk pada keputusan Trump yang baru-baru ini memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran. Pezeshkian menegaskan, “Kami tidak mencari perang, tetapi kami tidak akan pernah tunduk kepada pihak asing.”

Perayaan yang merayakan penggulingan Shah Mohammad Reza Pahlavi pada tahun 1979 dihadiri oleh ratusan ribu warga, yang banyak di antaranya membawa potret Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan bendera Iran. Dalam kesempatan itu, mereka meneriakkan slogan-slogan menentang AS dan Israel serta membakar bendera Amerika, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan luar negeri AS.

Pezeshkian juga menegaskan bahwa Iran berkomitmen untuk tetap bersatu sebagai bangsa dan mendesak warga untuk menghadiri perayaan tersebut dalam jumlah besar. Ia mengatakan, “Jika bergandengan tangan, kita mampu menyelesaikan semua masalah negara ini.” Menurutnya, tindakan AS hanya bertujuan untuk memecah belah bangsa Iran.

Lebih lanjut, Presiden Iran itu menuduh AS mendukung Israel yang terus menerus mengebom sipil di berbagai wilayah, seperti Gaza dan Lebanon. Pezeshkian mempertanyakan klaim AS yang mengaku berupaya menciptakan perdamaian, dan menanyakan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas konflik dan kehancuran yang terjadi.

Pada 4 Februari, Trump mengeluarkan pernyataan bahwa ia berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Iran, meskipun bersamaan dengan itu ia mengumumkan sanksi baru. Ia juga memperingatkan bahwa jika Iran berusaha untuk membunuhnya, negara tersebut akan dihancurkan, “Saya telah meninggalkan instruksi. Jika mereka melakukannya, mereka akan dihancurkan. Tidak akan ada yang tersisa,” tegas Trump.

Tuduhan yang dilontarkan Pezeshkian ini menambah kompleksitas hubungan antara Iran dan Amerika Serikat. Dalam pernyataannya, ia menyerukan agar masyarakat internasional melihat ketidakadilan yang dialami Iran akibat sanksi yang dijatuhkan oleh AS. Pezeshkian berulang kali menegaskan bahwa Iran tidak akan menerima intervensi asing dalam urusan dalam negerinya, serta akan terus berjuang untuk kedaulatan dan martabatnya.

Sikap militan dan penolakan Iran terhadap sanksi AS menunjukkan ketegangan yang terus berlanjut. Tuduhan diplomatik palsu yang disampaikan Pezeshkian sekaligus mencerminkan pandangan sebagian besar orang Iran terhadap kebijakan luar negeri AS yang dianggap tidak konsisten dan merugikan. Di tengah situasi yang semakin rumit ini, penting untuk terus memperhatikan perkembangan hubungan antara kedua negara, serta dampaknya terhadap stabilitas kawasan.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button