Dunia

Presiden Palestina Tolak Usulan Trump Ambil Alih Jalur Gaza

Usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina ditolak tegas oleh Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dalam pernyataan resminya pada Rabu, 5 Februari 2025. Dalam komentarnya, Abbas menekankan bahwa upaya tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak rakyat Palestina yang telah diperjuangkan selama beberapa dekade.

“Usulan ini adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Perdamaian dan stabilitas di kawasan tidak akan tercapai tanpa berdirinya negara Palestina,” ujar Abbas. Pernyataan ini mencerminkan keengganan pemimpin Palestina untuk mengesampingkan aspirasi dan hak-hak rakyatnya di tengah ketegangan yang terus berlanjut.

Pada sidang pers yang berlangsung di Washington, Trump menegaskan, “Kami akan mengambil alih Gaza setelah memindahkan warga Palestina yang ada di sana.” Dia memperkirakan bahwa wilayah yang sangat terdampak oleh konflik tersebut dapat diubah menjadi “Riviera Timur Tengah.” Namun, usulan tersebut segera memicu kemarahan di kalangan pemimpin Arab dan masyarakat internasional.

Abbas mengungkapkan bahwa Jalur Gaza adalah bagian integral dari tanah Palestina bersamaan dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Dia menambahkan bahwa hak-hak sah rakyat Palestina tidak bisa dinegosiasikan dan hanya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang memiliki wewenang untuk menentukan masa depan rakyatnya.

Dalam laporannya, Abbas meminta kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dan Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah nyata dalam menegakkan resolusi internasional. Dia menginginkan perlindungan bagi hak-hak rakyat Palestina yang tengah terancam oleh agresi dan pelanggaran yang terus berlangsung.

Beberapa menteri luar negeri dari negara-negara Arab berkumpul di Kairo pada akhir pekan lalu untuk membahas usulan Trump. Mereka dengan tegas menolak pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza dan mendukung solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik yang berkepanjangan.

Sebelumnya, pada 25 Januari, Trump menciptakan kontroversi ketika mengusulkan agar warga Palestina di Gaza dipindahkan ke Yordania dan Mesir. Namun, dua negara tersebut menolak keras saran itu, menegaskan bahwa situasi Gaza harus diselesaikan melalui dialog dan negosiasi yang adil.

Sejak Oktober 2023, kondisi di Gaza semakin memburuk akibat agresi yang dilakukan oleh Israel, yang telah menewaskan lebih dari 47.500 warga Palestina. Dalam konteks ini, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan. Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait dengan konflik di Gaza.

Usulan Trump untuk mengambil alih Gaza menambah daftar panjang ketegangan dalam hubungan antara Israel dan Palestina. Keinginan untuk merelokasi warga Palestina menunjukkan kurangnya pemahaman tentang kompleksitas situasi yang dihadapi oleh rakyat Palestina. Angka korban jiwa dan kehancuran infrastruktur di Gaza membuat pemimpin seperti Abbas berusaha untuk mempertahankan integritas dan hak-hak rakyatnya dalam menghadapi tantangan yang semakin besar.

Sementara itu, momentum diplomatik di kawasan memerlukan pendekatan yang lebih inklusif dan menghormati keinginan rakyat Palestina. Keterlibatan aktif komunitas internasional, terutama PBB, sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak dasar semua pihak di kawasan dapat terpenuhi dan terjaga.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button