
Setelah penggulingan Bashar al-Assad, Suriah menghadapi peningkatan tajam dalam kekerasan sektarian. Saksi dan rekaman video yang beredar menunjukkan kelompok bersenjata yang setia kepada pemerintah baru melakukan eksekusi lapangan dengan dalih “memurnikan” negara. Insiden ini tergolong sebagai tindakan keras yang menjurus pada pembantaian komunal, menciptakan ketegangan baru di negara yang telah lama dilanda konflik.
Menurut laporan dari Syrian Network for Human Rights (SNHR), sedikitnya 642 orang tewas akibat gelombang kekerasan yang melanda Suriah, termasuk puluhan warga sipil. Eksekusi lapangan tersebut ditargetkan pada pria dewasa dan remaja, menghadirkan gambaran mencemaskan terhadap situasi hak asasi manusia di wilayah yang membara tersebut. Serangan kelompok bersenjata ini terutama menyasar wilayah basis penganut Alawit di Latakia dan Tartous, yang selama ini mendukung rezim Assad.
Presiden sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa, menanggapi hal ini dengan menyerukan persatuan nasional dan menyebut bentrokan tersebut sebagai tantangan yang sudah diperkirakan. Kantornya telah memerintahkan pembentukan komite independen untuk menyelidiki insiden tersebut, meski banyak pihak masih meragukan komitmen pemerintah baru terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Kondisi di lapangan menunjukkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan masyarakat. Seorang saksi dari Latakia menyatakan bahwa tembakan terdengar seperti hiburan bagi para pria bersenjata yang berkeliling menyerang warga. Keadaan tersebut memaksa banyak orang untuk melarikan diri, sementara mereka yang tidak mampu melakukannya harus menghadapi risiko kematian. Kasus pembunuhan brutal lainnya mencuat ketika sekelompok pria bersenjata membunuh seorang profesor berusia 70 tahun dan istrinya yang berusia 60 tahun, menciptakan ketakutan di kalangan penduduk Alawit.
Serangan ini memicu ketegangan yang lebih besar antara kelompok Sunni dan Alawit, di mana kelompok bersenjata yang masih loyal kepada Assad melancarkan serangan balasan setelah anggotanya disergap. Keamanan wilayah pun terancam, dengan pemerintah Suriah melaporkan bahwa sebagian anggotanya tewas dalam bentrokan dengan loyalis Assad.
Mengharapkan perdamaian dan stabilitas, pemerintahan baru berjanji untuk menghadirkan kesetaraan politik dan representasi kepada berbagai kelompok etnis dan agama di Suriah. Namun, tindakan kekerasan yang terus terjadi menimbulkan keraguan tentang kemampuan pemerintah untuk mengendalikan situasi yang semakin memburuk. Kelompok bersenjata, yang kini semakin leluasa bergerak, menyatakan bahwa mereka berjuang melawan Alawit dengan mengklaim jihad.
Rekaman video yang beredar juga menggambarkan kekejaman dalam bentuk eksekusi yang dilakukan di tempat terbuka, menambah ketidakpastian mengenai masa depan pemerintahan baru Suriah. Beberapa video menunjukkan penyerangan yang mengerikan, di mana para eksekutor bersenjata memperlihatkan perilaku sadis dan mengejek korban. Ini bukan hanya tentang kekerasan, tetapi juga merupakan simulasi kekuatan yang menakutkan dan teror yang menciptakan iklim ketakutan di seluruh wilayah.
Dalam terang ancaman yang terus berlangsung, masyarakat Suriah kini dihadapkan pada realitas yang menyakitkan. Perjuangan untuk mendapatkan keadilan serta perlindungan hak asasi manusia sepertinya akan semakin sulit di tengah gelombang kekerasan sektarian. Ketidakpastian yang melanda negara ini, di mana semakin banyak warga sipil menjadi korban, menunjukkan betapa pentingnya penanganan terhadap isu-isu kekerasan dan eksklusi dalam upaya mencapai perdamaian. Di masa yang sulit ini, Suriah menghadapi tantangan besar dengan harapan untuk membangun kembali negara yang lebih inklusif dan damai.