Dunia

Produk Makanan Rp 8 Triliun dari USAID Terancam Jadi Bubur!

Menyusul perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) mengungkapkan bahwa produk makanan senilai US$ 489 juta atau setara dengan Rp 8 triliun berisiko mengalami kerusakan. Keputusan ini berakar dari pengurangan staf yang berlangsung di seluruh lembaga serta ketidakpastian tentang kebijakan bantuan asing yang akan diterima.

Menurut laporan Kantor Inspektur Jenderal USAID, pengurangan staf yang signifikan dan kurangnya komunikasi dengan pelaksana program menyebabkan penurunan kemampuan lembaga tersebut untuk mendistribusikan dan menjaga bantuan kemanusiaan. “Ketidakpastian ini sudah menempatkan lebih dari US$ 489 juta bantuan makanan di pelabuhan, dalam perjalanan, dan di gudang pada risiko kerusakan,” ungkap laporan tersebut.

Data yang lebih lanjut menunjukkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 500.000 metrik ton makanan tambahan yang terjebak di laut atau siap untuk dikirim. Makanan tersebut merupakan hasil dari program bantuan pangan internasional yang dikenal sebagai Food for Peace, yang dikelola oleh USAID serta didanai oleh Commodity Credit Corporation (CCC). Program ini dirancang untuk memberikan bantuan pangan dalam bentuk barang yang berasal dari petani Amerika.

Namun, karena sumber pendanaan ini tidak termasuk dalam keringanan bantuan pangan darurat dari Sekretaris, komoditas tersebut kini terjebak dalam ketidakpastian yang membawa risiko pembusukan dan kebutuhan penyimpanan yang tidak terduga. “Situasi ini sangat menyedihkan, mengingat pentingnya bantuan pangan bagi banyak negara yang membutuhkan,” tambah laporan.

Sejak awal pemerintahan Trump, terjadi perubahan besar dalam cara USAID beroperasi. Setelah munculnya saran dari Elon Musk yang memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), program-program USAID baik di dalam negeri maupun internasional mengalami penutupan. Akibatnya, banyak organisasi non-pemerintah yang bergantung pada pendanaan dari USAID terpaksa menghadapi lebih banyak gangguan dalam operasional mereka.

USAID secara historis telah berkontribusi dalam pendanaan untuk berbagai organisasi nonpemerintah yang mendukung pembangunan global dan bantuan kemanusiaan. Namun, dengan pengurangan ini, banyak organisasi yang tidak dapat menjangkau target-target mereka dan mengalami ketidakpastian dana yang signifikan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya situasi global saat ini, di mana bantuan kemanusiaan sangat dibutuhkan di berbagai belahan dunia. Menurut sumber dari USAID, bantuan pangan yang seharusnya menjangkau daerah-daerah yang rawan kelaparan kini tertahan tanpa kejelasan mengenai distribusi lebih lanjut. Diperkirakan, jika tidak ada langkah konkret yang diambil untuk memecahkan masalah ini, jumlah produk makanan yang akan mengalami kerusakan akan semakin meningkat.

Dalam konteks ini, segera diperlukan tindakan kolektif dari pemerintah AS dan organisasi terkait untuk memastikan bahwa bantuan yang berharga ini dapat didistribusikan ke negara-negara yang membutuhkan. Banyak pihak menantikan keputusan pemerintah baru yang akan menunjukkan komitmennya dalam menjaga dan mendistribusikan bantuan pangan global secara efektif.

Adanya masalah ini bukan hanya menjadi peringatan mengenai efektivitas kebijakan bantuan luar negeri, tetapi juga menunjukkan pentingnya transparansi dan keberlanjutan dalam pengelolaan bantuan internasional. Kelangsungan hidup banyak masyarakat tergantung pada keberhasilan program-program bantuan ini, dan segala upaya harus dilakukan untuk meminimalkan risiko kerusakan produk makanan yang sudah dianggarkan untuk membantu mereka yang dalam kesulitan.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button