
Aleksandar Vucic, yang lahir pada 5 Maret 1970 di Beograd, Serbia, adalah sosok politikus karismatik yang telah menempati posisi sebagai Presiden Serbia sejak 31 Mei 2017. Sebelum menjabat sebagai presiden, Vucic terlebih dahulu pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dari 2014 hingga 2017, serta Menteri Pertahanan pada tahun 2012. Karier politiknya bermula dengan keterlibatan di Partai Radikal Serbia (SRS), sebelum akhirnya mendirikan Partai Progresif Serbia (SNS) yang berhaluan kanan-tengah pada 2008.
Vucic menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Beograd dan pernah bekerja sebagai jurnalis, menyuarakan kebijakan nasionalis selama perang Yugoslavia. Di Tahun 1993, ia bergabung dengan SRS, dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal pada 1994. Pada tahun 2008, ia menginisiasi peralihan politik dengan mendirikan SNS, yang berfokus pada reformasi dan integrasi ke Eropa, menggeser arah politik dari nasionalisme keras ke pro-Eropa.
Sebagai Perdana Menteri, Vucic berpokus pada reformasi ekonomi dan menarik investasi asing. Namun, kepemimpinannya menuai kritik terkait kecenderungan otoriter, dengan kontrol ketat terhadap media dan tekanan pada oposisi politik. Terpilih sebagai Presiden pada 2017, meskipun posisi tersebut lebih seremonial, Vucic terus berperan dominan dalam politik Serbia.
Baru-baru ini, pemerintahannya menghadapi tantangan serius. Pada November 2024, insiden tragis di stasiun kereta Novi Sad, di mana atap beton runtuh dan menewaskan 15 orang, memicu protes besar-besaran. Insiden ini dicontohkan sebagai hasil dari korupsi dan ketidakpatuhan terhadap standar keselamatan dalam proyek infrastruktur. Protes yang dipicu oleh mahasiswa ini berkembang menjadi gerakan nasional yang mendesak transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Pada Maret 2025, serangkaian protes masif terjadi di Beograd, melibatkan satu juta warga yang menuntut pengunduran diri Vucic serta pemerintahan. Para demonstran menuduh pemerintah terlibat dalam korupsi sistemik dan pembungkaman kebebasan berpendapat. Di antara tuntutan mereka adalah reformasi mendalam dalam sistem pemerintahan dan peningkatan anggaran untuk pendidikan. Ini menjadi momen penting di mana rakyat mengekspresikan ketidakpuasan serius terhadap kondisi pemerintahan saat ini.
Reaksi pemerintah terhadap demonstrasi ini adalah bantahan atas tuduhan penggunaan kekuatan berlebihan. Namun, insiden yang melibatkan penggunaan senjata sonik untuk membubarkan demonstran menimbulkan kekhawatiran serius. Pada Mei 2023, Vucic mengambil langkah untuk meredakan ketegangan politik dengan mengundurkan diri sebagai ketua SNS, walaupun ia tetap sebagai Presiden. Langkah ini dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya untuk merespons sebagian dari keinginan demonstran.
Dari perspektif internasional, situasi di Serbia menjadi perhatian serius, terutama oleh Uni Eropa yang mendesak dialog antara pemerintah dan oposisi serta menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat. Masa depan politik Vucic dan stabilitas Serbia kini berada di persimpangan; keputusan pemerintah dalam merespons tuntutan rakyat dan kewajiban untuk melakukan reformasi akan menjadi penentu arah politik di masa mendatang.
Secara keseluruhan, krisis ini mencerminkan ketegangan mendalam antara harapan demokratis masyarakat dengan tantangan korupsi dan transparansi dalam pemerintahan. Vucic, penguasa yang dulunya disambut positif, kini menghadapi kemungkinan perubahan dalam penggambaran dan dukungan publik di tengah gelombang protes yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.