Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan pentingnya partisipasi bermakna dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam pernyataan yang disampaikan di Kompleks DPR RI, Jakarta, pada Jumat (24/1), Puan mengungkapkan bahwa revisi UU Minerba sedang dilakukan dengan mekanisme rapat pimpinan di DPR yang melibatkan berbagai pihak. Pernyataan ini menjadi penting mengingat rencana untuk memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi melalui revisi tersebut.
“Selanjutnya, kami akan melaksanakan partisipasi bermakna dengan mengundang masukan dari berbagai kalangan, termasuk dari kampus-kampus,” ujar Puan. Rencana ini menunjukkan niatan DPR untuk mengoptimalkan input dari akademisi agar revisi undang-undang ini dapat lebih komprehensif dan inklusif.
Puan menjelaskan bahwa pentingnya mendengarkan berbagai suara dari luar, termasuk narasumber dari institusi pendidikan, merupakan langkah strategis dalam proses legislasi ini. “Kita membuka diri untuk menerima masukan dari kampus dan juga mengundang para ahli untuk berbagi pandangan mereka,” tambahnya. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk melibatkan masyarakat, terutama akademisi, dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh pada sektor pertambangan di Indonesia.
Revisi UU Minerba ini bukanlah keputusan yang diambil secara tiba-tiba. Puan menegaskan bahwa diskusi mengenai revisi ini telah dilakukan sebelumnya dengan pemerintah, dan bukan merupakan inisiatif mendadak oleh DPR. Ia menyatakan, “Kami telah bersepakat dengan pemerintah untuk melaksanakan revisi ini dan menerima masukan yang konstruktif.”
Salah satu poin penting dalam revisi tersebut adalah usulan untuk memperluas pemberian IUP. Sebelumnya, IUP hanya diberikan kepada organisasi masyarakat keagamaan, namun dalam revisi ini, perguruan tinggi dan UKM juga diusulkan untuk mendapatkan izin yang sama. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat hilirisasi yang menjadi program unggulan pemerintah saat ini, sebagaimana disampaikan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan. “Ada kebutuhan mendesak untuk mempercepat hilirisasi demi mencapai swasembada energi,” katanya.
Dalam kerangka partisipasi bermakna, beberapa langkah yang disarankan oleh Puan dan tim Baleg antara lain:
1. Mengundang narasumber dari universitas untuk memberikan perspektif terkait pengelolaan sumber daya mineral.
2. Memfasilitasi forum diskusi antara DPR dan perwakilan kampus serta masyarakat sipil.
3. Melibatkan para ahli dalam proses pengujian dan evaluasi dampak lingkungan dari kebijakan pertambangan.
4. Mengintegrasikan hasil masukan dari masyarakat dan akademisi dalam penyusunan draft akhir revisi UU Minerba.
Proses ini diharapkan bukan hanya menjadi formalitas, tetapi benar-benar bisa menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat serta lingkungan. Dengan melibatkan pihak-pihak yang berpengalaman dan berpengetahuan di bidang pertambangan dan lingkungan hidup, DPR berharap dapat menghindari kesalahan yang sama di masa lalu.
Puan juga mengingatkan bahwa pemberian izin tambang harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat. Ia mengungkapkan, “Penting untuk memastikan bahwa sumber daya alam kita dikelola secara berkelanjutan, mengingat kondisi yang ada saat ini.” Kebijakan yang baik harus mampu menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Dengan komitmen untuk melaksanakan partisipasi bermakna dan mendengarkan suara masyarakat, Puan berharap revisi UU Minerba dapat menghasilkan regulasi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi seluruh pihak yang terlibat, serta memberikan manfaat maksimal bagi negara.