
Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan kekhawatirannya terhadap tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) jurusan Anestesi dari Universitas Padjadjaran, Priguna Anugerah Pratama (31). Kasus tersebut melibatkan kekerasan yang dialami oleh kerabat pasien dan telah memicu perhatian publik, terkait dengan etika serta integritas dalam dunia medis.
Puan menegaskan bahwa tindakan pelaku tidak hanya mencoreng nama baik lembaga pendidikan dan pelayanan kesehatan, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kepercayaan publik. “Dunia kedokteran adalah ruang suci untuk menyembuhkan, bukan tempat untuk merusak martabat manusia. Tindakan pelaku adalah bentuk kejahatan yang tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun,” katanya dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 10 April 2025.
Ketua DPR itu juga menyoroti perlunya penegakan hukum yang adil dan transparan dalam kasus ini. Dia berharap pelaku mendapatkan sanksi maksimal, mengingat banyaknya regulasi yang dilanggar. “Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan dan pendidikan sangat bergantung pada bagaimana kasus ini ditangani secara serius dan berkeadilan,” imbuhnya.
Kasus ini mengungkapkan sedikitnya tiga korban dari perbuatan pelaku. Puan meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, serta menelusuri kemungkinan adanya korban-korban lain dan keterlibatan pihak lain. “Kasus ini harus diusut tuntas untuk memastikan keadilan bagi para korban,” tegasnya.
Dalam konteks ini, Puan juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh atas pengawasan program pendidikan kedokteran, termasuk PPDS. Dia mempertanyakan tentang bagaimana sistem pengawasan yang ada, baik dari kampus, rumah sakit, maupun lembaga terkait, sehingga peristiwa tragis seperti ini bisa terjadi dalam dunia medis.
Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Barat dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Universitas Padjadjaran selaku institusi pendidikan pelaku juga telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan Priguna dari program PPDS. Selain itu, Kementerian Kesehatan telah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut surat tanda registrasi (STR) dan membatalkan izin praktiknya. Sebagai langkah tambahan, PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSHS Bandung juga diberhentikan sementara akibat pelanggaran serius ini.
Kasus kekerasan seksual di kalangan tenaga medis ini menimbulkan dampak jauh lebih luas dari sekadar hukum. Ketidakpercayaan publik terhadap layanan kesehatan dapat meningkat, terutama jika tidak ada tindakan tegas yang diambil. Puan berharap publik akan melihat kasus ini sebagai momentum untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pendidikan dalam dunia kedokteran di Indonesia.
Puan juga menyuarakan perlunya pendampingan bagi korban dan menyarankan bahwa semua pihak terkait, termasuk organisasi medis, harus berkomitmen untuk menegakkan standar etika serta menjaga integritas profesi medis. Dalam beberapa tahun terakhir, masalah ini telah menjadi isu sensitif dan kompleks, dan kasus Priguna harus menjadi pembelajaran bagi seluruh tenaga medis dan masyarakat.
Keterlibatan Ketua DPR dalam menyoroti kasus ini memberikan harapan bahwa ada langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk menjaga agar dunia kedokteran kembali menjadi tempat yang aman dan penuh penghormatan bagi pasien. Keberanian korban untuk melaporkan tindakan kekerasan seksual ini juga diharapkan dapat memotivasi lebih banyak orang untuk tidak diam dan melawan ketidakadilan yang terjadi di sekitar mereka.