Netizen Indonesia baru-baru ini ramai membicarakan perbandingan antara dua startup, DeepSeek asal China dan eFishery dari Indonesia. Kedua perusahaan ini tampaknya berada di kutub yang berlawanan dalam hal perkembangan, valuasi, dan pengelolaan dana investasi.
DeepSeek, yang berfokus pada teknologi kecerdasan buatan (AI), baru-baru ini meluncurkan dua model inovatif yaitu DeepSeek-V3 dan DeepSeek-R1. Kedua model ini diklaim lebih efisien dan hemat biaya dibandingkan produk serupa yang ada di pasar. Setelah hanya dua bulan pengembangan dengan biaya sekitar 6 juta dolar AS (sekitar Rp 97 miliar), DeepSeek berhasil membuat terobosan yang signifikan. Pembatasan ekspor chip canggih oleh Amerika Serikat tampaknya mendorong perusahaan-perusahaan China untuk berinovasi lebih lanjut, dan DeepSeek berhasil memanfaatkan chip Nvidia H800 dengan cara yang lebih efisien.
Metode “distillation” yang diterapkan DeepSeek memungkinkan model AI mereka untuk lebih fokus pada tugas-tugas spesifik dan mengerjakan hal-hal kecil dengan cara yang lebih baik. Chetan Puttagunta dari Benchmark General Partner menyatakan bahwa pendekatan ini memberikan tantangan baru bagi perusahaan-perusahaan AI di Amerika Serikat untuk lebih memperhatikan persaingan global. Aravind Srinivas, CEO Perplexity, juga menekankan bahwa efisiensi yang ditunjukkan oleh DeepSeek menciptakan dinamika baru di pasar AI.
Di sisi lain, eFishery, startup perikanan yang dinilai sebagai unicorn dengan valuasi mencapai 1,4 miliar dolar AS, kini berada di tengah sorotan negatif akibat dugaan penyelewengan dana. Investigasi menunjukkan bahwa manajemen eFishery hingga September 2024 mengklaim keuntungan sebesar 16 juta dolar AS (Rp 261,3 miliar), sementara yang sebenarnya terjadi adalah kerugian sebesar 35,4 juta dolar AS (Rp 578 miliar). Total kerugian yang terungkap mencapai hampir 600 juta dolar AS (Rp 9,8 triliun), memberikan dampak besar terhadap reputasi perusahaan.
Dugaan penyelewengan dana ini memaksa eFishery untuk melakukan langkah cepat, termasuk pemecatan sementara CEO Gibran Huzaifah dan Chief Product Officer Chrisna Aditya. Pembongkaran masalah ini menciptakan kekhawatiran di kalangan investor, mempertanyakan integritas dan transparansi dari tim manajemen. Dalam konteks ini, reputasi eFishery sebagai unicorn kini terancam, dan tantangan untuk membangun kembali kepercayaan investor semakin besar.
Perbandingan antara kedua startup ini menunjukkan dua sisi dalam dunia investasi, di mana satu berfokus pada inovasi dan efisiensi, sedangkan yang lainnya menghadapi masalah keuangan yang serius. Bagi pihak investor, situasi DeepSeek terlihat lebih menjanjikan dengan biaya yang terjangkau dan hasil yang jelas, sementara eFishery menawarkan pelajaran penting tentang pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana.
Dari perspektif investasi, DeepSeek merupakan contoh nyata bagaimana inovasi dapat mendorong efisiensi dan menghasilkan produk yang kompetitif. Di sisi lain, eFishery merupakan peringatan bagi startup lainnya untuk menjaga integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana, yang merupakan kunci untuk meningkatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan. Dengan demikian, masa depan eFishery sangat tergantung pada kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah keuangan yang ada dan mengembalikan kepercayaan investor yang saat ini berada pada titik kritis.