Qatar Kecam Israel Berulah Lagi di Gaza: Isu Permukiman Ilegal

Kementerian Luar Negeri Qatar mengeluarkan pernyataan tegas pada hari Senin, mengutuk tindakan Israel yang menggusur warga Palestina di Jalur Gaza dan memperluas permukiman ilegal di Tepi Barat. Qatar menekankan bahwa langkah-langkah tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dan legitimasi internasional.

Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Qatar menekankan bahwa pendirian suatu badan oleh Israel untuk menggusur warga Palestina adalah tindakan yang cukup mencolok. Mereka menyebut tindakan ini sebagai “pelanggaran yang jelas” dan menambahkan bahwa perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat adalah bentuk pengabaian terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334. Resolusi tersebut mengutuk setiap tindakan yang bertujuan mengubah komposisi demografis dan status wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.

Militer Israel sebelumnya telah mengumumkan perintah evakuasi bagi warga Palestina di bagian utara Gaza. Tindakan ini dianggap sebagai hukuman kolektif yang sangat menyengsarakan warga sipil. Sebagai respons terhadap ketegangan yang terus meningkat, pasukan Israel melancarkan serangan udara mendadak di Jalur Gaza pada 18 Maret 2025, yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Serangan tersebut mengakibatkan sedikitnya 730 orang tewas dan hampir 1.200 lainnya terluka, yang jelas melanggar kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas.

Selain itu, keputusan Israel untuk mengakui lebih dari selusin permukiman baru di Tepi Barat juga menuai kecaman keras dari Kementerian Luar Negeri Palestina. Pengakuan ini dianggap sebagai pelecehan terhadap legitimasi internasional. Paulo, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Palestina, menggambarkan langkah ini sebagai pengabaian terang-terangan terhadap hukum internasional yang menganggap permukiman di wilayah pendudukan sebagai ilegal.

Tepi Barat, yang direbut oleh Israel dalam perang tahun 1967, dihuni oleh sekitar tiga juta warga Palestina dan hampir 500.000 warga Israel. Permukiman ilegal ini terus menjadi sumber ketegangan, karena banyak warga Palestina melihatnya sebagai penghalang bagi terbentuknya negara merdeka di masa depan.

Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang dikenal pro-pemukim, berperan penting dalam keputusan ini. Ia menyebut langkah kabinet sebagai “langkah penting” dalam perkembangan permukiman di Tepi Barat. Dalam pernyataannya di Telegram, Smotrich menyatakan, “Pengakuan masing-masing (lingkungan) sebagai komunitas yang terpisah… merupakan langkah penting yang akan membantu perkembangan mereka.” Ia berargumen bahwa kebijakan ini adalah bagian dari revolusi untuk mewujudkan kedaulatan de facto Israel di Tepi Barat.

Tindakan ini juga mengundang kritik dari kelompok Hamas. Dalam pernyataan resmi mereka, Hamas menilai langkah ini sebagai bukti bahwa permukiman Israel adalah “proyek penggantian rasis” yang bertujuan untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka. Seiring dengan itu, laporan juga menyebutkan bahwa Israel meningkatkan operasi militer di Tepi Barat utara, yang oleh Otoritas Palestina dianggap sebagai bagian dari eskalasi belum pernah terjadi sebelumnya dalam penyitaan tanah.

Dalam langkah menuju perluasan permukiman baru, kabinet Israel menyetujui pembangunan 13 lingkungan pemukiman baru di berbagai wilayah Tepi Barat. Beberapa di antaranya tergabung dalam pemukiman besar yang sudah ada, sementara yang lainnya beroperasi secara mandiri. Pengakuan permukiman tersebut sebagai komunitas terpisah berdasarkan hukum Israel diharapkan dapat mendorong pertumbuhan permukiman lebih lanjut di masa depan.

Situasi ini menciptakan ketegangan yang semakin mendalam menjelang hari-hari mendatang, di mana konflik antara Israel dan Palestina belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Tindakan penggusuran dan ekspansi tersebut tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga mengancam stabilitas kawasan, yang telah menjadi perhatian komunitas internasional selama bertahun-tahun.

Berita Terkait

Back to top button