Teknologi

Rapper Wanita Gugat Lyft: Tuntut Keadilan atas Diskriminasi

Rapper dan influencer asal Detroit, Amerika Serikat, Dank Demoss, telah menggugat perusahaan transportasi online Lyft dan seorang pengemudi yang tidak disebutkan namanya, atas tuduhan diskriminasi berdasarkan ukuran tubuh. Gugatan ini muncul setelah insiden yang terjadi pada tanggal 18 Januari 2025, ketika Demoss yang memiliki berat badan 221 kg memesan tumpangan untuk menghadiri sebuah pesta menonton sepak bola di rumah sepupunya.

Menurut Demoss, ketika pengemudi tiba dengan mobil Mercedes-Benz, ia ditolak untuk masuk ke dalam mobil dengan alasan bahwa berat badannya terlalu besar dan tidak ada cukup kemampuan dari bannya untuk menopang berat tersebut. Dalam sebuah rekaman yang diambil dengan smartphone-nya, terlihat interaksi antara Demoss dan pengemudi yang dengan jelas menunjukkan penolakan berdasarkan ukuran tubuhnya.

Dalam rekaman tersebut, pengemudi menyatakan, “Maaf. Saya tidak punya tempat. Mobil saya kecil,” dan setelah Demoss mencoba meyakinkan bahwa ia dapat masuk ke dalam mobil, pengemudi tersebut kembali menolak dan menyampaikan, “Anda perlu memesan mobil yang lebih besar.” Demoss merasa dipermalukan dan terhina oleh perlakuan tersebut, mengakibatkan dampak emosional yang serius hingga ia enggan keluar rumah setelah insiden itu.

Gugatan yang diajukan di Pengadilan Sirkuit Wayne County, Michigan, mencakup tuduhan bahwa Lyft dan pengemudi tersebut melanggar Undang-Undang Hak Sipil Elliott-Larsen, yang melarang diskriminasi berbasis berat badan. Dalam tuntutannya, Demoss meminta ganti rugi atas kerusakan emosional dan penderitaan mental yang dialaminya akibat kejadian itu. Menurut pengacara Demoss, Zach Runyan, penolakan pengemudi merupakan pelanggaran hukum yang tidak hanya merugikan Demoss tetapi juga berpotensi berbahaya.

Runyan menekankan, “Menolak transportasi seseorang berdasarkan beratnya tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berbahaya. Dokumen ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya perlakuan adil dalam layanan publik.” Dia juga menambahkan bahwa di dalam situasi tertentu, penolakan semacam itu dapat berujung pada konsekuensi yang lebih serius, termasuk keselamatan individu yang terlibat.

Kejadian ini telah menarik perhatian masyarakat luas, terutama di media sosial, di mana rekaman interaksi antara Demoss dan pengemudi menjadi viral. Banyak netizen yang menunjukkan simpati dan mendukung Demoss dalam perjuangannya melawan diskriminasi. Berbagai komentar dan ungkapan dukungan bermunculan, menyoroti masalah diskriminasi berbasis ukuran tubuh yang masih menjadi isu kontras di banyak aspek kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, Lyft sebagai perusahaan juga menghadapi tantangan untuk mempertahankan citra dan komitmennya terhadap inclusivity dalam layanan mereka. Kasus ini mungkin akan mengarah pada diskusi yang lebih besar mengenai kebijakan perusahaan terkait aksesibilitas dan perlakuan terhadap individu berdasarkan ukuran tubuh. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas tentang bagaimana layanan transportasi harus beroperasi dalam hal memberikan layanan kepada setiap pelanggan tanpa diskriminasi.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menjadi bagian dari gerakan yang lebih besar untuk menghapus stigma dan diskriminasi yang sering dialami oleh individu dengan berat badan yang lebih tinggi. Aktivis dan pendukung kesejahteraan tubuh (body positivity) terus berjuang agar masyarakat memiliki persepsi yang lebih positif terhadap berbagai ukuran tubuh, serta mempromosikan penerimaan dan kenyamanan untuk semua individu.

Dimas Harsono adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button