Rayn Wijaya, seorang aktor muda berbakat, tengah menjalani proses pembelajaran yang mendalam dalam seni mendalang Bali untuk perannya di film terbarunya, Made In Bali. Dalam film ini, Rayn berperan sebagai karakter utama, Made, yang merupakan putra seorang dalang terkenal. Penampilannya diharapkan tidak hanya menampilkan akting yang menonjol, tetapi juga memberikan penghormatan yang pantas untuk seni tradisional Bali.
Seni mendalang merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan yang kompleks, melibatkan keterampilan teknis tinggi serta pemahaman mendalam mengenai budaya dan bahasa lokal. Rayn mengungkapkan bahwa tantangan terbesarnya dalam mendalami seni ini adalah memainkan wayang kulit dengan teknik yang tepat, menggunakan bahasa tradisional Bali dan mengoordinasikan gerakan tangan serta kaki agar seirama dengan alunan musik gamelan. Ia menyatakan, "Tanganku agak kaku, apalagi ketika harus mengetuk irama musik dengan kaki sambil memainkan wayang," saat ditemui di Jakarta Selatan pada 3 Februari 2024.
Dalam persiapan perannya, Rayn hanya memiliki waktu tiga hari untuk mempelajari dasar-dasar mendalang di bawah bimbingan seorang dalang lokal. Selain itu, ia juga melakukan observasi dan berinteraksi dengan masyarakat lokal Bali, yang membuatnya semakin memahami nuansa budaya setempat. "Ya, aku sering ke Bali, tapi jarang bergaul sama orang-orang lokal asli situ," ujarnya. Dalam pandangannya, pengalaman bergaul dengan penduduk setempat sangat membantunya mendalami karakter Made dan budaya Bali secara umum.
Film Made In Bali mengisahkan cinta yang berkelindan dengan seni dan budaya wayang. Cerita ini mengikuti perjalanan hidup Made dan sahabatnya, Niluh, yang berdarah Bali-Jepang. Namun, hubungan persahabatan mereka mulai berubah ketika muncul sosok misterius bernama Putu, yang membuat situasi semakin rumit. Disutradarai oleh Johar Prayudhi, film ini juga dibintangi oleh sejumlah aktor berbakat lain seperti Vonny Felicia sebagai Niluh, Victor Agustino sebagai Putu, dan Bulan Sutena, serta dukungan dari Shaqueena Medina, Lukman, Dian Sidik, Harindra, dan Roja Sudarsana.
Melalui film ini, Rayn Wijaya berupaya menghidupkan seni mendalang secara autentik, bukan hanya sebagai tantangan akting, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkenalkan seni tradisional Bali kepada penonton yang lebih luas. Dalam pandangannya, mendalang bukan sekadar pertunjukan, melainkan bagian integral dari tradisi dan identitas budaya Bali yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih.
Terdapat beberapa aspek penting dalam proses pembelajaran seni mendalang yang dihadapi Rayn, yaitu:
- Keterampilan Teknikal: Memainkan wayang kulit memerlukan keterampilan tangan yang tinggi dan penguasaan teknik yang mendetail.
- Bahasa Tradisional: Penguasaan bahasa kuno Bali yang digunakan dalam pementasan adalah hal krusial untuk menyampaikan pesan dan makna cerita.
- Sinkronisasi dengan Musik: Mampu mengoordinasikan gerakan dengan irama gamelan merupakan tantangan yang memerlukan ketelitian dan latihan.
- Interaksi Budaya: Memahami lebih dalam tentang budaya lokal melalui interaksi dengan masyarakat Bali merupakan langkah penting bagi Rayn untuk membangun karakter Made.
Dengan pengalamannya yang berharga dalam mendalami seni mendalang, Rayn Wijaya tidak hanya berfokus pada perannya di layar lebar, tetapi juga bertekad untuk melestarikan dan mengenalkan keindahan seni tradisional Bali kepada audiens yang lebih luas. Penampilan dan dedikasinya kepada seni ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk lebih menghargai dan melestarikan budaya tradisional Indonesia. Melalui film Made In Bali, harapan Rayn adalah agar penonton bisa merasakan keindahan dan kekayaan budaya Bali yang tersimpan dalam seni mendalang.