Restorative Justice Kasus Robot Trading Net89 Dikuatkan Akta Perdamaian

Perjalanan kasus investasi bodong terkait robot trading Net89 kini memasuki fase penting setelah kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan pendekatan Restorative Justice (RJ) sebagai langkah penyelesaian. Proses ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh kasus ini. Kesepakatan untuk menjalankan RJ tersebut dicapai setelah adanya pertemuan antara pelapor dan terlapor pada Rabu, 22 Januari 2025, yang dihadiri oleh Kanit V Subdit II Dittipideksus Bareskrim Polri, Kompol Karta.

Kompol Karta dalam pertemuan itu menekankan pentingnya pencatatan yang rapi dalam proses RJ. Dia menyarankan agar langkah-langkah yang diambil mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Setelah pembahasan tersebut, diskusi lanjut dilakukan di Jakarta pada 24 Januari 2025, dengan kehadiran para kuasa hukum dari masing-masing pihak.

Onny Assaad, salah satu kuasa hukum korban, mengungkapkan bahwa kesepakatan damai melalui RJ akan diwujudkan dalam akta perdamaian atau akta van dading. "Setelah semua pihak menandatangani akta tersebut, kami akan menyerahkannya kepada pihak Dittipideksus Bareskrim Polri," ujar Onny. Pernyataan ini menunjukkan komitmen untuk memastikan kejelasan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Beberapa poin penting terkait proses RJ dalam kasus Net89 meliputi:

  1. Kemajuan Proses: Onny menyatakan bahwa pertemuan yang dilakukan sudah lebih maju, dengan RJ sebagai jalan terbaik yang dapat diambil sesuai undang-undang.

  2. Prioritas Restitusi: Perlunya pengembalian kerugian bagi para korban dijadikan prioritas, terutama setelah aset pelaku disita oleh pihak berwenang.

  3. Solidaritas Pelapor: Tercatat 15 Laporan Polisi (LP) dari korban, yang saling bersatu untuk menyepakati adanya perdamaian.

  4. Niatan Baik dari Semua Pihak: Kuasa hukum dari terlapor juga menyampaikan niatan baik untuk menyelesaikan permasalahan melalui RJ, yang dapat membawa manfaat bagi semua pihak jika dilaksanakan dengan ikhlas.

Dalam sesi diskusi yang sama, Bionda Johan Anggara dari MZA Lawfirm & Partners menggarisbawahi pentingnya menyamakan persepsi antara kedua belah pihak untuk mempercepat proses RJ. Ia menyatakan, “Menjadi tanggung jawab moral kita untuk mempercepat penyelesaian kasus ini demi para korban yang telah dirugikan.”

Sementara itu, Ferry Yuli Irawan dari Sentral & Partner Law juga mengapresiasi langkah yang diambil oleh Polri dalam menangani kasus ini. Ia menyerukan kepada semua pelapor untuk tetap saling mendukung dalam menjalani proses RJ ini, apalagi setelah Bareskrim Polri berhasil menyita aset senilai Rp1,5 triliun dalam kasus ini.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mencatat bahwa mereka telah menetapkan 14 tersangka perorangan dan satu korporasi, di mana sembilan tersangka saat ini dalam tahanan, sedangkan dua orang tidak ditahan karena sakit, dan sisanya masih dalam status buron.

Melihat keseluruhan proses ini, banyak pihak berharap agar Restorative Justice tidak hanya menjadi sekedar formalitas, tetapi benar-benar mampu memberikan keadilan dan kepuasan bagi semua korban yang telah terdampak. Penegakan hukum yang memadai dan kesepakatan damai melalui akta perdamaian diharapkan dapat mempercepat pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Dengan demikian, langkah-langkah yang diambil oleh pihak berwenang serta semua pelaku dalam proses ini menjadi sangat krusial untuk keberlanjutan keadilan di masa mendatang.

Exit mobile version