dr Richard Lee baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah mengumumkan keputusannya untuk menjadi seorang mualaf. Dalam sebuah podcast yang diadakan pada tanggal 28 Januari 2025, Richard Lee menegaskan bahwa keputusan tersebut bukanlah semata-mata untuk mencari sensasi atau pamor. “Banyak yang menyebutkan (mualaf) karena mencari uang, mencari perhatian, mencari pamor dari sini. Saya mau tegaskan di sini, aku bukan cari pamor atau sensasi,” jelasnya.
Pria yang dikenal sebagai dokter sekaligus influencer ini menyatakan bahwa jika tujuan utamanya adalah mendapatkan popularitas, ia sudah seharusnya melakukan pengumuman tersebut sejak lama. “Kalau dibilang mualaf untuk cari pamor, maka sudah sejak dua tahun lalu aku sudah login dan sudah bikin acara besar-besaran,” ungkapnya. Richard menekankan bahwa dia tidak ingin proses mualafnya menjadi komoditas publik, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang murni.
Dalam materi diskusinya, Richard Lee menyampaikan bahwa keputusan itu didasarkan pada keyakinan pribadi dan bukan untuk kepentingan finansial. “Aku mencari keyakinan dan aku berusaha belajar untuk mencari keyakinan itu, mencari apa yang aku inginkan,” tuturnya. Ia juga mengungkapkan bahwa pembicaraan mengenai mualaf telah dilakukan dengan istrinya, Reni Effendi, sebelum ia berbicara kepada media. Hal ini menunjukkan keseriusannya dalam mengambil langkah besar dalam hidupnya tersebut.
Mengenai pandangan publik yang skeptis terhadap niatnya, Richard berusaha mengadopsi sikap terbuka. Ia menambahkan bahwa harapannya adalah proses mualafnya bisa menginspirasi orang lain, meskipun tidak dalam konteks untuk mendapatkan keuntungan material. “Entah nanti ke depan itu akan kulakukan demi hal-hal, ya mungkin menginspirasi orang karena kita tidak pernah tahu,” katanya.
Richard Lee bukanlah orang asing di dunia hiburan, ia sudah memiliki pengikut yang cukup banyak di dunia media sosial dan dikenal karena produk skincare yang ia luncurkan. Meskipun begitu, Richard memastikan bahwa fokusnya bukanlah pada bisnis atau komersialisasi dari keputusan tersebut. Ia menjelaskan bahwa produknya masih akan diproduksi di pabrik Hani Sagara yang sempat menjadi bahan perbincangan. “Aku tidak mencari uang atau mencari rejeki dari hal tersebut,” tegasnya.
Dalam konteks pentingnya mualaf di masyarakat saat ini, banyak orang yang berpendapat bahwa keputusan menjadi mualaf dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pencarian jati diri, pengaruh lingkungan, dan lain-lain. Namun, bagi banyak public figure, hal ini juga bisa menjadi sorotan dan kritik dari publik. Richard Lee menyadari hal tersebut dan berusaha untuk tetap menjalani keyakinannya dengan konsisten.
Ia juga berbicara mengenai tantangan yang dihadapi oleh mereka yang memutuskan untuk berpindah keyakinan. “Mualaf bukan hanya soal mengubah agama, tapi juga menjadi bagian dari komunitas dan menjalani perubahan hidup yang penuh makna,” ujarnya. Dengan demikian, niat tulusnya untuk mualaf bukan hanya menjadi agenda pribadi, tetapi juga sebuah langkah yang diharapkan bisa membuka dialog tentang keyakinan dan toleransi di masyarakat.
Melihat pada keputusannya, Richard Lee menghadirkan apa yang bisa dibilang sebagai contoh positif dari toleransi beragama. Ia berharap bisa memberikan inspirasi kepada orang lain untuk lebih menghargai perbedaan, dan tidak menganggap agama sebatas formalitas semata. Richard Lee memang tidak sedang mencari pamor, tetapi sentuhannya dalam dunia mualaf ini mengajak publik untuk lebih mendalami makna dan tujuan dari perubahan spiritual yang dipilihnya.