
Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengalami momen dramatis setelah ditangkap oleh Interpol pada Selasa (11/3/2025) di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila. Penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan perintah dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang mengajukan tuduhan kejahatan kemanusiaan selama masa kepemimpinannya. Setelah ditangkap, Duterte segera diterbangkan paksa ke Den Haag, Belanda, markas besar ICC.
Menurut laporan, peristiwa penangkapan terjadi sekitar pukul 10.30 waktu setempat, saat Duterte baru saja kembali dari kunjungan di Hong Kong. Kejadian ini memicu berbagai reaksi, terutama dari putrinya, Sara Duterte. Ia menyatakan bahwa ayahnya dibawa secara paksa tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatannya. Dalam unggahan di Instagram-nya, wanita yang pernah menjabat sebagai wakil presiden Filipina ini menyuarakan keberatan terhadap tindakan tersebut, menegaskan bahwa "ini bukan keadilan, ini adalah penindasan dan penganiayaan."
Selama diwawancarai oleh media lokal, Sara Duterte mengungkapkan bahwa ayahnya tidak melawan saat ditangkap, dan dia mengaku siap menghadapi konsekuensi hukum yang mungkin muncul akibat surat perintah ICC. Walaupun begitu, Duterte juga mempertanyakan yurisdiksi ICC, mengingat Filipina telah menarik diri dari keanggotaan pada tahun 2019. "Sikap saya adalah, jika ada yang harus dihadapi, saya siap," kata Duterte dalam pidatonya sebelum penangkapan.
Duterte, yang menjabat sebagai presiden dari 2016 hingga 2022, dikenal luas karena kebijakan kerasnya dalam memerangi narkoba. Kebijakan ini, meskipun mendapat dukungan dari sebagian rakyat Filipina, juga dikritik keras oleh berbagai organisasi hak asasi manusia. Para penentangnya menilai bahwa tindakan penegakan hukum Duterte telah menyebabkan ribuan kematian yang tidak seimbang, dan oleh karena itu memicu penyelidikan oleh ICC.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait penangkapan dan situasi saat ini:
Dasar Penangkapan: Penangkapan dilakukan berdasarkan perintah ICC yang mencakup tuduhan terkait kejahatan kemanusiaan.
Reaksi Keluarga: Sara Duterte, putri mantan presiden, mengekspresikan ketidakpuasan terhadap cara penangkapan dan pengiriman ayahnya ke Den Haag.
Kondisi Kesehatan: Sara menegaskan bahwa penyerahan ini dilakukan tanpa memperhatikan kesehatan ayahnya yang berusia 79 tahun.
Kritik Terhadap ICC: Duterte mempertanyakan legitimasi penangkapan tersebut, mengingat Filipina tidak lagi menjadi anggota ICC.
- Dampak Global: Penangkapan ini merupakan momentum penting, bukan hanya bagi Filipina tetapi juga bagi dunia internasional yang mengawasi pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia.
Sejak menjabat, Duterte telah mengeluarkan beragam pernyataan kontroversial, termasuk pengakuan terkait pembunuhan yang dilakukan dalam upaya memberantas kejahatan. Dalam konteks ini, ICC telah membuka penyelidikan untuk menilai tidak hanya kebijakan pemerintahannya, tetapi juga dampaknya terhadap masyarakat Filipina.
Sementara itu, penangkapan ini juga telah menarik perhatian global, dengan berbagai organisasi hak asasi manusia dan negara-negara lain mengamati perkembangan situasi ini. Apakah keputusan ICC untuk menindaklanjuti dan memproses kasus Duterte akan menjadi preseden bagi mantan pemimpin lain di seluruh dunia? Ini adalah pertanyaan kritis yang akan terus menjadi fokus perhatian seiring berjalannya waktu.