Roy Suryo: Jokowi Ibaratkan Petruk, The Real King Maker!

Pakar telematika Roy Suryo baru-baru ini mengemukakan pendapat yang menarik tentang mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menggambarkannya sebagai tokoh pewayangan Petruk. Pernyataan tersebut disampaikan dalam dialog "Rakyat Bersuara" bertema "Cawe-cawe Kasus, Jokowi: Saya Ada Batasnya!" yang disiarkan oleh iNews pada Selasa, 18 Maret 2025. Roy Suryo menekankan makna simbolis di balik perbandingan ini yang bisa menjadi refleksi terhadap kondisi politik saat ini.

Roy menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, ada penggambaran yang kuat mengenai karakter dan peran yang dimainkan seseorang. "Orang-orang daerah itu punya penggambaran dalam budaya mereka. Apa yang dilakukan [Jokowi] selama ini sebenarnya sudah tergambar di masa lalu," katanya. Ia menunjukkan bahwa Petruk, meskipun dikenal sebagai sosok yang humoris, juga memiliki lapisan makna yang dalam dalam konteks kepemimpinan.

Dalam penjelasannya, Roy mengaitkan karakter Petruk dengan kisah kepemimpinan yang terkenal. Dalam pewayangan, Petruk pernah bertahta sebagai raja dengan gelar Prabu Kantong Bolong. Gelar ini mencerminkan keadaan seseorang yang mengklaim memiliki banyak kekayaan tetapi pada akhirnya jatuh dari kekuasaannya. “Petruk pernah jadi raja dengan nama Prabu Kantong Bolong, yang pernah bilang ‘di kantong kanan saya ada Rp11.000 triliun, di kantong kiri saya juga ada Rp11.000 triliun.’ Tapi karena kantongnya bolong akhirnya jatuh juga,” ungkap Roy.

Roy Suryo menilai bahwa meskipun Jokowi telah mengakhiri masa jabatannya, ia masih memegang peranan penting dalam politik Indonesia dan mempengaruhi arah kebijakan yang diambil. Ia merujuk pada kaus yang dikenakan Jokowi yang bertuliskan "The Real King Maker" sebagai penegasan bahwa mantan presiden tersebut masih memiliki kekuatan dalam menentukan arah politik di tanah air. "Nah, kalau dia masih menumpang. Kalau dia masih mengangkangi gini ya itu artinya apa? Jadi dia tuh seperti The Godfather, king makernya yang masih dia," ujarnya menegaskan.

Pendapat Roy Suryo ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan diskusi mengenai relevansi kekuatan seorang mantan presiden dalam dinamika politik saat ini. Dalam berbagai kontroversi yang muncul di masyarakat, wacana ini menunjukkan bagaimana pengaruh Jokowi dapat dilihat di berbagai lapisan masyarakat dan politik.

Terdapat beberapa poin penting yang bisa ditarik dari pernyataan Roy Suryo:

  1. Keterikatan Budaya dan Politikal: Penilaian Suryo mengindikasikan adanya keterikatan antara budaya lokal dan realitas politik. Penggunaan tokoh pewayangan dalam menjelaskan situasi terkini menambah kedalaman analisis.

  2. Simbolisme Kekuasaan: Dengan menyebut Jokowi sebagai Petruk, Suryo menyoroti simbolisme kekuasaan yang dapat dimiliki oleh seorang pemimpin, sekaligus menekankan potensi kerentanan dalam kepemimpinan.

  3. Kerentanan Mantan Pemimpin: Kisah Prabu Kantong Bolong menggambarkan realitas di mana kekuasaan dapat rapuh, menjadi pelajaran bagi pemimpin saat ini tentang pentingnya pengelolaan kekuasaan dan kepercayaan rakyat.

  4. Dinamika Politik: Pandangan Suryo juga memperlihatkan adanya ketidakpastian dalam dunia politik Indonesia saat ini, di mana peran figur publik, termasuk mantan pemimpin, tetap berpengaruh meski telah keluar dari jabatan resmi.

Menggambarkan Joko Widodo sebagai "The Real King Maker" membawa diskusi tentang potensi pengaruh yang masih ada dalam tubuh kekuasaan, meskipun secara formal ia bukan lagi pemimpin. Keberadaan elemen tradisional seperti pewayangan dalam analisis politik menunjukkan seberapa dalam budaya mempengaruhi cara masyarakat memahami dan mengevaluasi kepemimpinan. Masyarakat mungkin akan terus memantau bagaimana dinamika ini akan berkembang di masa depan, terutama menjelang pemilihan umum mendatang.

Berita Terkait

Back to top button