Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah pada perdagangan Kamis, 13 Februari 2025. Rupiah tercatat berada di posisi Rp 16.390 per dolar AS, dengan penurunan sebesar 14 poin atau 0,09 persen. Melemahnya rupiah ini mencerminkan kondisi pasar valuta asing yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor global dan domestik.
Berdasarkan informasi dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada sesi sebelumnya tercatat berada di angka Rp 16.364 per dolar AS. Meskipun terdapat ekspektasi bahwa rupiah akan memperkuat posisi, beberapa data ekonomi yang baru dirilis menjadi perhatian utama.
Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa satu penyebab utama melemahnya rupiah adalah rilis data Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat yang menunjukkan hasil di atas ekspektasi pasar. “CPI AS yang dirilis semalam mencatat 3.0 persen, lebih tinggi dari estimasi sebelumnya yang sebesar 2.9 persen. Hasil ini dapat mendorong Federal Reserve (the Fed) untuk tidak memangkas suku bunga dalam waktu dekat,” ujar Ariston kepada Podme.id. Dengan kondisi tersebut, dolar AS berpotensi tetap menguat di pasar global.
Berita lain yang turut memberikan pengaruh adalah perkembangan terkini tentang perang Ukraina. Ariston mengungkapkan, sentimen positif sering kali muncul dalam keterkaitan kondisi geopolitik yang stabil. “Berita terbaru mengenai penyelesaian konflik di Ukraina memberikan dampak positif bagi aset berisiko, yang termasuk dalam kategori saham dan mata uang negara berkembang,” imbuhnya.
Dari perspektif teknis, Ariston memprediksi bahwa hari ini rupiah berpeluang menguat ke rentang Rp 16.330 hingga Rp 16.300. Namun, kemungkinan pelemahan masih dapat terjadi yang menyebabkan nilai tukar bergerak ke arah Rp 16.390 hingga Rp 16.400. Dalam situasi ini, pengawasan terhadap dinamika pasar internasional sangat diperlukan, termasuk reaksi pasar terhadap kebijakan moneter yang diumumkan oleh the Fed.
Tidak hanya itu, dinamika pasar saham Asia juga menunjukkan tren positif pada hari ini, dengan indeks saham bergerak naik. Meskipun Wall Street mengalami penurunan, hal ini tidak menyurutkan minat investor di Asia-Pasifik, di mana berbagai indeks menunjukkan kenaikan yang signifikan. Hal ini menunjukkan adanya optimisme pasar terhadap prospek ekonomi, meskipun masih harus diwaspadai dampak dari kebijakan suku bunga global.
Berikut adalah beberapa faktor yang mendorong atau menekan nilai tukar rupiah saat ini:
1. Rilis CPI AS yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar.
2. Prediksi kebijakan suku bunga Federal Reserve yang berpotensi bertahan.
3. Faktor geopolitik, terutama perkembangan positif mengenai konflik Ukraina.
4. Pergerakan indeks saham di kawasan Asia yang cenderung naik.
Dari keseluruhan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat beberapa sentimen positif, tantangan yang dihadapi rupiah untuk menguat masih cukup besar. Dalam situasi ini, penting bagi para pelaku pasar untuk terus memantau perkembangan data ekonomi serta kebijakan global yang dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar. Keterlibatan investor lokal dalam pasar valas juga menjadi perhatian, mengingat fluktuasi ini dapat mempengaruhi keputusan investasi jangka pendek mereka.