Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI belakangan ini menarik perhatian publik, terutama di kalangan warganet dan orang-orang dari ranah perfilman. Proyek legislasi ini dinilai berpotensi membangkitkan kembali dwifungsi TNI, yang cukup kontroversial di kalangan masyarakat. Hingga hari ini, Selasa (18/3/2025), tagar “TolakRUUTNI” terus menjadi trending topic di media sosial X.
Dari beberapa pasal yang terdapat dalam RUU TNI, fokus utama terletak pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) yang berkaitan dengan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa prajurit dapat menduduki sejumlah jabatan, seperti koordinator di bidang Politik dan Keamanan Negara, Sekretariat Militer Presiden, serta beberapa lembaga lainnya. Hal ini memicu berbagai reaksi, mengingat keterlibatan TNI dalam struktur sipil dianggap tidak sesuai dengan tugas pokok mereka.
Beberapa warganet memberikan tanggapan mereka terhadap RUU ini. Mereka menyuarakan pendapat bahwa jika prajurit TNI berminat untuk bekerja di lembaga sipil, seharusnya mereka mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) daripada mengikuti pendidikan di Akademi Militer (AKMIL). Poin tersebut diungkapkan salah seorang pengguna X, yang menuliskan, “Kalau dari awal pengen banget kerja di lembaga sipil, harusnya daftar CPNS bukan AKMIL. #TolakRUUTNI.”
Pendapat yang serupa juga dibagikan oleh warganet lain yang menyerukan agar TNI kembali ke barak dan fokus pada tugas pokok mereka di bidang pertahanan. Tanggapan ini menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap kemungkinan pengalihan fungsi TNI terhadap urusan sipil, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat.
Reaksi ini tidak hanya datang dari kalangan warganet. Tokoh dikenal, seperti komedian Bintang Emon, turut mengekspresikan penolakan terhadap RUU tersebut. Melalui akun Instagram pribadinya, Bintang Emon mengajak masyarakat untuk menolak RUU TNI dengan menyatakan, “Saya Bintangemon mengajak untuk menolak RUU TNI.” Ia menekankan bahwa memberikan akses terhadap senjata dan kekerasan kepada TNI harusnya tetap dalam batasan tugas sebagai alat pertahanan.
Sikap Bintang Emon diungkapkan lebih jauh ketika dia mengkhawatirkan dampak berbahaya dari penempatan TNI di lembaga sipil. Ia memberikan analogi, menyebutkan bahwa memasukkan TNI ke dalam struktur pemerintahan bagaikan memaksakan pisau untuk mengganti sendok dan pulpen, yang dinilainya tidak efektif dan dapat menimbulkan berbagai masalah baru.
Tidak ketinggalan, aktor dan sutradara Ernest Prakarsa juga menanggapi masalah ini. Dalam sebuah pernyataan, ia menyatakan, “Saya pernah ada di sana. Saya tidak ingin kembali lagi. #TolakRUUTNI.” Pernyataan ini menunjukkan ketidaksetujuan yang mengakar di kalangan sejumlah tokoh perfilman terhadap langkah-langkah yang dianggap mundur dalam konteks demokrasi dan sipil.
Respon dari masyarakat terhadap RUU TNI ini bisa diibaratkan sebagai alarm yang dibunyikan oleh berbagai elemen masyarakat. Banyak yang merasa kekhawatiran ini menjadi bukti nyata bahwa campur tangan militer dalam ranah sipil membutuhkan perhatian khusus dan pengawasan yang lebih ketat. Hal ini menunjukkan bahwa isu tentang peran TNI di Indonesia tetap menjadi perdebatan hangat yang rencananya akan terus bergulir seiring dengan pengambilan keputusan dalam proses legislasi di masa mendatang.
Diskusi yang hangat ini memberikan gambaran nyata tentang ketidakpuasan publik terhadap rencana RUU yang dianggap berpotensi membawa kembali pengaruh besar militer dalam kehidupan sipil, menjadikan isu ini penting untuk terus didiskusikan dan dianalisis secara kolektif. Aspek keterlibatan masyarakat, khususnya generasi muda di media sosial, menjadi salah satu indikator penting dalam menciptakan kesadaran akan dampak dari kebijakan yang akan diterapkan.