
Kekayaan Elon Musk, pendiri Tesla, mengalami penurunan drastis yang mencolok setelah saham perusahaan mobil listrik tersebut anjlok. Pada 10 Maret 2024, harga saham Tesla turun sebesar 15%, mencapai US$ 222,15. Ini merupakan penurunan yang sangat signifikan, yakni lebih dari 50% dari level tertingginya yang dibukukan pada 17 Desember 2023, yaitu US$ 479,86. Penurunan ini berujung pada penghapusan kapitalisasi pasar Tesla sebesar lebih dari US$ 800 miliar.
Sebagai dampaknya, kekayaan Elon Musk terpangkas hingga mencapai US$ 163 miliar atau setara dengan Rp 2.663,4 triliun berdasarkan kurs Rp 16.340 per US$. Sebelum penurunan ini, kekayaannya pernah mencapai puncak pada Desember 2023, yaitu sebesar US$ 464 miliar. Namun, pada 10 Maret 2024, kekayaannya merosot menjadi US$ 301 miliar, menurut informasi terbaru yang dirilis oleh Bloomberg Billionaire Index.
Fenomena ini semakin diperparah oleh jabatan Musk sebagai pemimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) di bawah pemerintahan Donald Trump. Sejak mengemban tugas tersebut pada 13 November 2023, kekayaan Musk menyusut sekitar US$ 50 miliar atau setara Rp 817 triliun. Dalam wawancaranya dengan Fox Business, Musk mengakui bahwa menjalankan dua peran sekaligus—sebagai CEO Tesla dan pejabat pemerintah—adalah sebuah tugas yang sangat menantang.
“Jelas, saya menghadapi kesulitan besar,” ungkap Musk. Ia juga menyampaikan bahwa nilai pasar saham Tesla merosot hingga US$ 130 miliar akibat aksi jual yang besar-besaran di Wall Street. Hal ini menambah kekhawatiran investor mengenai fokus Musk dalam mengelola Tesla dan perusahaan lain seperti SpaceX dan Twitter (X).
Tidak hanya itu, Musk juga menghadapi masalah lain. Pada hari yang sama saat wawancaranya, platform Twitter mengalami gangguan teknis. Selain itu, SpaceX sedang menyelidiki ledakan beruntun pada uji terbang roket Starship. Meski menghadapi beragam tantangan, Musk menyatakan harapannya untuk tetap bertahan di pemerintah selama satu tahun lagi.
Pelemahan saham Tesla dan hilangnya kekayaan Musk juga menjadi sorotan publik. Menurut Kepala Strategi Pasar di B. Riley Wealth, Art Hogan, pandangan masyarakat banyak tertuju pada tindakan Musk di sektor pemerintahan. “Jika Anda seorang pemegang saham, Anda pasti akan bertanya-tanya apakah kegiatan politiknya akan memengaruhi keterlibatannya dalam perusahaan publik yang ia kelola,” kata Hogan.
Sejumlah investor tetap khawatir bahwa peran Musk di DOGE bisa mengalihkan perhatian dari Tesla. Melihat data pasar yang ada, penjualan kendaraan Tesla juga menunjukkan penurunan untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir. Para analis menunjuk pada meningkatnya persaingan di pasar kendaraan listrik dari berbagai merek, termasuk produsen mobil asal China dan perusahaan otomotif terkenal seperti General Motors.
Sebagai tambahan, instansi DOGE di bawah kendali Musk telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor federal atas perintah Trump, yang semakin memperburuk citra publik Tesla. Beberapa insiden kekerasan, seperti penggunaan bom molotov terhadap mobil dan infrastruktur pengisian daya Tesla, juga melapisi kabut kontroversi di sekitar perusahaan.
Dalam menghadapi semua masalah ini, Musk berusaha untuk memberikan harapan bagi investor dengan menyatakan bahwa “semuanya akan baik-baik saja dalam jangka panjang” melalui akun media sosialnya. Meskipun saat ini Tesla tengah mengalami tantangan besar, harapan akan pemulihan tetap ada di benak Musk dan para investor yang mendukungnya.
Di tengah dinamika pasar yang bergejolak ini, banyak yang mempertanyakan masa depan Tesla dan peran Musk. Bagaimana tanggapan pasar selanjutnya dan apakah Musk dapat membawa Tesla kembali ke jalur yang benar menjadi topik yang hangat untuk disimak oleh pelaku industri dan investor di seluruh dunia.