Indonesia

Said Didu Bongkar Sisi Gelap PSN: Tanah Dirampas, Uang Dititipkan

Eks Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2005-2010, Said Didu, membeberkan sisi gelap dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam sebuah diskusi yang disiarkan di kanal Youtube Abraham Samad SPEAK UP. Ia menyoroti bagaimana proyek yang telah terdaftar sebagai PSN sering kali mengabaikan hak-hak warga dan memicu konflik lahan. Menurut Said, pihak-pihak pengembang dapat dengan mudah merampas tanah milik masyarakat tanpa mengikuti proses hukum yang semestinya.

Said Didu menegaskan bahwa ketika proyek dinyatakan sebagai PSN, tidak ada lagi peraturan yang berlaku di tingkat daerah. Hal ini, menurutnya, membuka peluang bagi pengembang untuk bertindak semena-mena. “Jika kita memiliki tanah dan tidak setuju tanah kita diambil, tanah itu tetap akan diambil, dan uangnya akan dititipkan di pengadilan,” ujar Said pada 24 Januari 2025. Pernyataan ini menggambarkan betapa lemah posisi masyarakat dalam menghadapi dominasi proyek-proyek besar yang mendapatkan status PSN.

Lebih jauh, Said Didu mempertanyakan urgensi penetapan PSN atas proyek-proyek tertentu, seperti proyek di Rempang dan Pantai Indah Kapuk (PIK). Ia mencurigai bahwa status PSN sering kali menjadi “bungkus” untuk mengusir warga dari tanah mereka. “Saya melihat PSN ini sebagai alat untuk menggusur rakyat,” jelasnya, memperlihatkan kekhawatirannya terhadap dampak sosial dari proyek yang dicanangkan pemerintah.

Dalam konteks proyek PIK, Said Didu menjelaskan bahwa zona tersebut sebelumnya berdekatan, namun setelah keluarnya peraturan pemerintah mengenai PSN, semua nama proyek diubah menjadi PIK 2. Ia menilai perubahan ini mencerminkan semangat tinggi untuk menggusur rakyat demi kepentingan pengembang.

Pergerakan untuk menggusur lahan milik masyarakat semakin nyata, seperti yang terlihat dalam pembongkaran pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang. Said Didu turut terlibat langsung dalam aksi tersebut dan membagikan videonya di akun media sosial. Dalam video tersebut, terlihat TNI AL menyiapkan tank amfibi sebagai langkah persiapan pembongkaran. “Ini semacam simbol hadirnya negara di wilayah yang selama ini dikuasai dan diatur oleh pengembang PIK 2,” tegas Said.

Aksi penertiban ini menunjukkan bahwa perlawanan dari pihak-pihak tertentu, termasuk pihak TNI, semakin menguat. Said Didu juga menekankan keterlibatan masyarakat, khususnya para nelayan yang merasa dirugikan, dalam upaya memulihkan hak atas lahan mereka. Dalam video aksi itu, Said Didu berani turun ke air untuk membantu para nelayan mencabut pagar laut yang dinilai ilegal.

Dalam momen yang penuh emosi, Said Didu tidak segan-segan menyuarakan ketidakpuasannya. “Para oligarki kalian biadab,” teriaknya kepada para pengembang yang dianggapnya tidak peduli dengan nasib rakyat kecil. Pernyataan ini merefleksikan ketidakpuasan yang semakin meningkat di kalangan masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan pembangunan yang hanya menguntungkan segelintir orang.

Kritik yang diarahkan Said Didu menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk menjamin hak-hak masyarakat dalam setiap proyek yang dicanangkan sebagai PSN. Dengan makin banyaknya proyek yang menyingkirkan kepentingan rakyat, isu ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan semua stakeholders terkait. Apa yang terjadi di Tanjung Pasir dan PIK adalah contoh nyata dari konflik yang bisa memicu ketegangan sosial jika tidak ditangani dengan baik. Diperlukan dialog dan keterlibatan masyarakat agar proyek pembangunan yang diharapkan membawa kemajuan tidak justru berujung pada pengusiran dan ketidakadilan.

Siti Aisyah

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button