Sains

Sampah Luar Angkasa Terdeteksi: Siapakah Korban di Bumi?

Luar angkasa semakin dipenuhi dengan sampah, yang terdiri dari bekas pendorong roket dan benda-benda lain yang ditinggalkan oleh astronot. Fenomena ini meningkat seiring dengan semakin banyaknya misi luar angkasa, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh perusahaan swasta. Ancaman dari sisa-sisa wahana antariksa ini berpotensi menimbulkan kerugian ketika puing-puing tersebut jatuh kembali ke Bumi. Menurut laporan dari European Space Agency (ESA) tahun 2024, jumlah sampah luar angkasa yang kembali ke atmosfer terus mengalami peningkatan, dengan banyak di antaranya yang tidak sepenuhnya terbakar ketika memasuki atmosfer Bumi.

Salah satu contoh nyata dari ancaman ini terjadi pada awal 2025, ketika puing-puing dari uji coba roket Starship milik SpaceX jatuh ke Bumi, mengakibatkan kerusakan properti di Kepulauan Turks dan Caicos. Insiden tersebut saat ini tengah diselidiki oleh Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat. Sebelumnya, pada penghujung 2024, sampah antariksa juga jatuh di sebuah desa terpencil di Kenya. Badan Antariksa Kenya (KSA) mengidentifikasi objek yang jatuh tersebut sebagai cincin pemisah roket berukuran besar, yang menambah daftar panjang insiden akibat sampah luar angkasa.

Inter-Agency Space Debris Coordination Committee (IADC) mendefinisikan sampah antariksa sebagai sisa-sisa objek buatan manusia yang tidak lagi berfungsi, termasuk pecahan dan semua elemennya yang berada di orbit Bumi atau yang kembali ke atmosfer. Sampah ini tidak hanya mengancam keselamatan manusia di Bumi, tetapi juga berpotensi mencemari lingkungan. Sampah antariksa dapat mengandung zat berbahaya seperti hydrazine dan material radioaktif, yang dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia dan ekosistem.

Data yang diperoleh dari ESA menunjukkan bahwa saat ini terdapat sekitar 36.000 objek antariksa yang dipantau oleh Satellite Surveillance Network (SSN). Selain itu, ESA memperkirakan terdapat lebih dari 40.000 puing-puing berukuran lebih dari 10 cm yang mengorbit Bumi. Dari jumlah itu, lebih dari 650 objek di antaranya diperkirakan berasal dari tabrakan dengan objek lain di luar angkasa, ledakan, dan kerusakan alami.

Kenaikan jumlah sampah luar angkasa ini menjadi ancaman nyata bagi seluruh penghuni Bumi, termasuk bagi negara-negara yang sering menjadi "target" jatuhnya sampah luar angkasa. Menurut laporan dari FAA, pertumbuhan volume sampah antariksa akan terus meningkat, dan setiap negara memiliki tanggung jawab atas aktivitas luar angkasanya, termasuk dampak negatif yang ditimbulkan. Hal ini mencakup aktivitas yang dilakukan baik oleh negara maupun oleh perusahaan swasta.

Dari data yang ada, berikut adalah beberapa fakta penting terkait dengan sampah luar angkasa:

  1. Jumlah Sampah: Terdapat lebih dari 36.000 objek antariksa yang sedang dipantau.
  2. Objek Berbahaya: Sekitar 40.000 puing berorbit berdiameter lebih dari 10 cm berpotensi berbahaya.
  3. Penyebab: Lebih dari 650 objek di antaranya merupakan hasil dari tabrakan, ledakan, dan kerusakan lainnya.
  4. Zat Berbahaya: Sampah antariksa dapat mengandung bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari lingkungan.
  5. Tanggung Jawab Internasional: Setiap negara bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari aktivitas luar angkasa mereka.

Dengan memperhatikan data dan fakta ini, penting bagi masyarakat internasional untuk lebih sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh sampah antariksa. Upaya perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dan menciptakan sistem pengelolaan yang lebih efektif untuk mengatasi ancaman yang ada. Luar angkasa bukan hanya merupakan sumber pengetahuan dan eksplorasi, tetapi juga harus menjadi area yang dikelola dengan baik untuk keamanan dan keberlanjutan umat manusia.

Maya Putri adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button