Sebagai sosok keturunan Tionghoa, Sarwendah Hityasari, istri dari Ruben Onsu, menjalani berbagai tradisi menyambut tahun baru Imlek dengan antusias. Pada Rabu, 29 Januari 2025, saat ditemui di kediamannya di Cipete, Jakarta Selatan, Sarwendah mengungkapkan salah satu tradisi penting yang ia anut. Ia memilih untuk tidak keramas pada hari Imlek, sebuah kepercayaan yang diyakini dapat berdampak pada rezeki seseorang.
“Menurut adat, tidak boleh keramas, harus sebelum jam 12, supaya rezekinya nggak luntur. Nggak boleh potong rambut, dan tidak boleh ngepel. Jadi, jika ada kotoran, cukup dibersihkan dengan lap,” jelas Sarwendah, menekankan betapa pentingnya menjaga tradisi tersebut bagi keluarganya. Kepercayaan ini merupakan bagian dari nilai-nilai yang diwariskan oleh budaya Tionghoa, di mana setiap tindakan pada hari pertama tahun baru dianggap memiliki makna yang dalam.
Akan tetapi, selain menahan diri untuk tidak keramas, Sarwendah juga menyiapkan makanan khas Imlek. Ia percaya, makanan-makanan tertentu dapat membawa keberuntungan dan rezeki yang berlipat. “Saya siapkan kue lapis dan kue keranjang. Makan kue lapis biar rezekinya berlapis-lapis,” terangnya. Makanan yang disiapkan bukan hanya sekadar pelengkap, melainkan simbol dari harapan untuk tahun yang lebih baik dari sebelumnya.
Dalam perayaan Imlek tahun ini, Sarwendah tidak hanya merayakannya dengan keluarga inti tetapi juga mengundang Jordi Onsu, mantan adik iparnya. Jordi pun menggambarkan suasana hati yang ceria dengan mengingatkan tradisi lain yang tak kalah penting saat Imlek, yaitu berkumpul dan saling memberi angpau. “Sama cari angpau, kiong hi (ucapan selamat) lah, itu tujuan Imlek,” tuturnya. Meski Jordi belum menikah, ia merasa bahagia mendapatkan angpau dari Sarwendah dan Ruben Onsu.
Imlek menjadi momen spesial bagi Sarwendah dan keluarganya. Ibu tiga anak ini ingin memastikan bahwa tradisi dan nilai-nilai leluhur tetap dipegang erat oleh generasi berikutnya. “Kita harus ingat untuk selalu melestarikan tradisi ini supaya tidak hilang,” serunya. Sebuah sikap yang mencerminkan rasa cinta dan penghormatan kepada akar budaya yang telah membentuk identitasnya.
Di balik serangkaian persiapan serta keyakinan yang dijunjung tinggi dalam menyambut tahun baru, tampaknya Sarwendah tidak hanya mengedepankan aspek spiritual. Ia juga memahami pentingnya membangun kedekatan dengan keluarga dan sahabat. “Keponakan-keponakan pun selalu menagih saya untuk hadir dalam perayaan besar seperti Imlek. Mereka berharap kehadiran saya,” sambung Jordi, menunjukkan betapa momen ini diharapkan menjadi ajang pertemuan yang hangat.
Berbagai tradisi Imlek yang dilakukan Sarwendah dan Jordi tidak lepas dari nilai-nilai kekeluargaan yang positif. Bagi mereka, Imlek lebih dari sekadar perayaan, melainkan waktu untuk bersyukur dan berharap untuk masa depan yang lebih baik. Falsafah ini termasuk memberikan angpau yang dianggap simbol berkah, memperkuat ikatan antar anggota keluarga, dan menyebarkan kebahagiaan kepada yang lebih muda.
Dengan semakin dekatnya hari perayaan Imlek, suasana di kediaman Sarwendah yang dipenuhi dengan nuansa merah, simbol keberuntungan, semakin terasa. Hal ini menunjukkan semangat yang tinggi untuk menyambut Tahun Baru Imlek, penuh harapan untuk rezeki dan kebahagiaan yang melimpah. Sarwendah, melalui praktik tradisi yang dilakukan, menjadi teladan bagi banyak orang dalam menjaga kekayaan budaya serta memberikan makna yang dalam terhadap momen spesial dalam kehidupan.