Indonesia

Sejarah Tahun Baru Imlek: Dari Tradisi hingga Hari Libur Nasional

Perayaan Tahun Baru Imlek telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang ada di Indonesia. Sejak ditetapkan secara resmi sebagai hari libur nasional pada tahun 2001, perayaan ini semakin mendapat ruang dan pengakuan di tengah masyarakat multikultural Indonesia. Tahun Baru Imlek, yang jatuh pada Rabu, 29 Januari 2025, akan dirayakan dengan berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa.

Sejarah Tahun Baru Imlek sebagai perayaan yang dihormati dimulai dari legenda kuno, di mana pada abad ke-14 sebelum masehi, muncul monster bernama Nian. Monster ini dipercaya mengganggu umat manusia setiap malam tahun baru, memakan ternak, dan menyebabkan kerusakan. Masyarakat setempat belajar bahwa monster Nian takut pada warna merah, suara keras, dan kembang api, sehingga mereka menggunakan elemen-elemen tersebut sebagai cara melindungi diri. Tradisi ini lantas berkembang dan menjadi asal mula perayaan Tahun Baru Imlek.

Di Indonesia, perayaan Tahun Baru Imlek pertama kali membawa tradisi ini ke Tanah Air adalah komunitas Tionghoa yang bermigrasi untuk berdagang. Keberadaan perayaan ini telah ada sejak berabad-abad lalu. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia di era Soekarno memberikan izin untuk perayaan Imlek, yang terbukti dalam Penetapan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1946. Dalam dokumen tersebut, Tahun Baru Imlek dijadikan salah satu hari raya yang penting bagi masyarakat Tionghoa.

Namun, kondisi berubah pada masa pemerintahannya Soeharto. Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang seluruh perayaan dan upacara adat Tionghoa dilakukan secara terbuka. Rangkaian larangan ini menyebabkan masyarakat Tionghoa merayakan Imlek secara tertutup selama lebih dari tiga dekade.

Perubahan signifikan terjadi ketika Abdurrahman Wahid, yang dikenal sebagai Gus Dur, mengambil alih kepemimpinan Indonesia. Pada tahun 2000, ia mencabut instruksi larangan tersebut, memberi kembali kebebasan bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan budaya dan keyakinan mereka. Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 menjadi tonggak baru dalam kebangkitan perayaan Tahun Baru Imlek secara terbuka.

Berkat langkah-langkah tersebut, pada tanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 yang menetapkan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Penetapan ini semakin dipertegas saat Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002, menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional resmi.

Tahun Baru Imlek tidak hanya menjadi momen untuk merayakan tradisi, tetapi juga menyoroti pentingnya toleransi dan kerukunan antarbudaya di Indonesia. Penetapan Imlek sebagai hari libur nasional menjadi simbol pengakuan terhadap keberagaman budaya di tanah air yang kaya ini. Banyak orang bukan hanya dari komunitas Tionghoa, tetapi juga masyarakat dari latar belakang etnis dan budaya lainnya, turut merayakan dan menghormati tradisi ini.

Dengan semakin berkembangnya perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia, berbagai acara dan kegiatan digelar, termasuk pertunjukan seni, festival, serta kegiatan sosial yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek telah menjadi bagian dari identitas nasional yang lebih besar, merangkul semua warga negara dengan rasa persatuan dan kesatuan.

Yakinlah, perayaan Tahun Baru Imlek di tahun-tahun mendatang akan terus berevolusi dan menjadi lebih inklusif, merangkul setiap elemen masyarakat dalam merayakan tradisi yang sudah berakar kuat dalam sejarah Indonesia.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button