Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menekankan pentingnya sektor perdagangan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Dalam kondisi dinamis yang tengah dihadapi dunia, peran sektor ini dinilai strategis untuk menciptakan ketahanan ekonomi dalam negeri. “Mari kita bersama-sama mencari solusi atas masalah yang terjadi akibat situasi perekonomian saat ini dan mempersiapkan diri menghadapi tahun 2025 dengan optimisme dan strategi yang tepat,” ungkap Dyah pada siaran pers, Selasa (28/1).
Sektor perdagangan, sebagai salah satu pilar perekonomian, mengalami tantangan signifikan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Handaka Santosa menjelaskan bahwa penurunan jumlah kelas menengah menjadi salah satu tantangan berat bagi pelaku industri ritel. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Penurunan ini menyebabkan daya beli masyarakat berkurang, yang berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga, penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Meskipun terdapat berbagai tantangan, Handaka optimistis akan masih adanya peluang bagi sektor ritel. Ia mengemukakan bahwa jumlah rekening bank dengan saldo di atas Rp5 miliar justru meningkat. Selain itu, potensi orang kaya yang belanja di luar negeri mencapai Rp324 triliun. Sektor perdagangan perlu memanfaatkan peluang ini dengan cara yang lebih efektif.
Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah maraknya impor barang ilegal, yang semakin menekan daya saing pelaku ritel legal. Barang-barang ilegal ini banyak yang diperjualbelikan secara online, sehingga memerlukan tindakan cermat untuk menghentikan peredarannya. “Barang ilegal ini memangkas pendapatan pemerintah dari bea masuk, PPN, dan pajak penghasilan impor serta berbagai biaya lainnya,” tegas Handaka.
Selain itu, tantangan lain bagi sektor perdagangan juga datang dari masalah nilai tukar rupiah yang melemah, terutama terhadap dolar Amerika Serikat. Direktur General Affairs PT Panasonic Manufacturing Harry Wibowo menjelaskan, pelemahan rupiah memberikan tekanan pada industri elektronika dan peralatan rumah tangga karena sebagian besar bahan bakunya diimpor. Ia berharap efisiensi dalam proses produksi dan kualitas produk yang baik dapat dihasilkan melalui digitalisasi.
Pemerintah, di sisi lain, dipandang belum memiliki kebijakan yang jelas untuk menggairahkan konsumsi atau pendapatan masyarakat. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa belanja pemerintah masih terhalang oleh keterbatasan fiskal. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak optimis, dengan estimasi pertumbuhan berkisar antara 4,8% hingga 5%, jauh dari target pemerintah yang ingin mencapai angka 8%.
Dalam rangka mengatasi tantangan ini, sejumlah langkah strategis bisa diambil oleh para pelaku usaha di sektor perdagangan, antara lain:
1. Meningkatkan efisiensi operasional melalui digitalisasi.
2. Memperluas jaringan distribusi untuk menjangkau lebih banyak konsumen.
3. Berkolaborasi dengan pemerintah dalam memerangi perdagangan barang ilegal.
4. Mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan daya beli masyarakat.
5. Mengedukasi konsumen mengenai pentingnya membeli produk lokal.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan sektor perdagangan dapat lebih berkontribusi terhadap perekonomian, memperkuat daya beli masyarakat, dan membawa pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk Indonesia ke depan. Sebagai bagian dari perekonomian yang dinamis, kesinambungan dan inovasi dalam sektor perdagangan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan yang ada.