Sekutu NATO Desak Eropa Ganti F-35 dengan Jet Tempur Rafale

Prancis mengajukan desakan yang mengejutkan kepada negara-negara Eropa anggota NATO untuk mempertimbangkan penggantian jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin dengan jet tempur Rafale yang diproduksi oleh Dassault Aviation. Tindakan ini mencerminkan semangat perubahan dalam aliansi pertahanan trans-Atlantik di tengah ketidakpastian geopolitik yang ditimbulkan oleh kebijakan luar negeri Amerika Serikat.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan keprihatinannya mengenai ketergantungan NATO Eropa pada teknologi militer Amerika. Dalam wawancaranya dengan surat kabar Le Parisien dan Nice-Matin, Macron menegaskan bahwa saatnya bagi Eropa untuk memperkuat industri pertahanannya sendiri dan berinvestasi pada produk Eropa, alih-alih terus bergantung pada produk AS. "Kita harus menawarkan alternatif Eropa kepada negara-negara yang terbiasa dengan peralatan Amerika," ujarnya.

Macron juga menyarankan agar sistem pertahanan udara Patriot diganti dengan SAMP/T, yang merupakan kolaborasi antara Prancis dan Italia. Desakannya muncul pada waktu yang kritis ketika pemimpin Eropa menghadapi tantangan untuk memperkuat pertahanan mereka, terutama setelah pemerintahan Trump yang sebelumnya menunjukkan sikap skeptis terhadap komitmen NATO.

Pernyataan Macron bukanlah tanpa dasar. Sejak F-35 dipesan oleh beberapa negara Eropa seperti Polandia dan Finlandia, Prancis melihat peluang untuk mempromosikan Rafale, yang telah terbukti efektif dan memiliki berbagai kemampuan. Rafale, yang telah beroperasi sejak 2001, menawarkan fleksibilitas dalam pertempuran udara dan mampu melakukan misi darat serta pengintaian dengan kecepatan tinggi dan radius tempur yang luas.

Berikut adalah beberapa aspek yang diperbandingkan antara F-35 dan Rafale:

  1. Biaya: F-35 memiliki harga sekitar USD80 juta per unit, sementara Rafale diperkirakan sekitar USD70 juta. Biaya operasional Rafale juga lebih rendah.
  2. Kinerja: Rafale menekankan keserbagunaan dalam berbagai misi, sedangkan F-35 lebih berfokus pada teknologi siluman.
  3. Sistem Pertahanan: SAMP/T dapat menindak ancaman dalam jarak hingga 75 mil, sedangkan Patriot mampu mencapai 100 mil, namun harganya lebih mahal dan rumit dalam pemeliharaan.

Meskipun Prancis optimis, sikap Eropa terhadap tawaran Macron tidak seragam. Beberapa pejabat, terutama dari negara-negara Eropa Timur seperti Polandia, menunjukkan keberatan. Mereka sangat menghargai interoperabilitas F-35 dengan operasi NATO yang dipimpin AS. Seorang pejabat anonim Polandia menyatakan, "Kami tidak akan mundur sekarang," menunjukkan bahwa banyak negara merasa lebih aman dengan bekerja sama dalam kerangka NATO yang sudah ada.

Menteri Pertahanan Prancis, Sébastien Lecornu, menyatakan dukungan terhadap rencana Macron, menegaskan bahwa dana dari pajak Eropa sebaiknya digunakan untuk perusahaan Eropa. Di sisi lain, ada tantangan signifikan yang harus dihadapi oleh Prancis dan Italia untuk melewati keraguan yang ada mengenai SAMP/T, mengingat bahwa siapa pun yang berinvestasi dalam sistem tersebut perlu yakin akan efektivitasnya, terutama di tengah ancaman dari Rusia.

Dengan situasi geopolitik yang semakin berubah, baik Prancis maupun AS tampaknya berusaha menyesuaikan strategi pertahanan mereka. AS juga memberikan penekanan pada pentingnya interoperabilitas sistem pertahanan. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS menegaskan bahwa kekuatan NATO terletak pada sistem bersama seperti F-35 dan Patriot yang telah terbukti.

Namun, Macron tidak menunggu respons pasif. Dia mendesak produsen untuk memangkas biaya dan merampingkan produksi, dengan harapan meningkatkan daya saing Rafale dan SAMP/T. Di saat bersamaan, Lockheed Martin juga berupaya meningkatkan kapabilitas F-35 untuk mempertahankan keunggulan teknologinya.

Pertarungan untuk mendapatkan posisi yang lebih dominan dalam pasar pertahanan Eropa ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh aliansi NATO tidak hanya bersifat politik, tetapi juga ekonomi. Eropa telah menghabiskan lebih dari USD100 miliar untuk persenjataan AS sejak tahun 2014, dan langkah Macron bisa menjadi permulaan untuk mengubah arah ini demi kemandirian strategis.

Dalam jangka panjang, keberhasilan inisiatif ini bergantung tidak hanya pada spesifikasi teknis, melainkan pada kepercayaan, anggaran, dan kesediaan masing-masing negara untuk berinvestasi pada produk lokal demi keamanan kolektif Eropa.

Berita Terkait

Back to top button