
Industri jasa kurir di Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup serius akibat persaingan tidak sehat yang ditengarai berasal dari sejumlah platform e-commerce besar. Menyikapi fenomena ini, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mulai mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi para pelaku usaha kurir lokal. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, baru-baru ini menegaskan bahwa pihaknya akan berupaya untuk mengeluarkan aturan yang mendukung jasa kurir dalam waktu dekat agar dapat bersaing secara adil.
Menurut Meutya Hafid, “Kami sudah mendengar aspirasinya, dan kami terus memantau perkembangan yang ada. Harapannya, sebelum Lebaran kami bisa mengeluarkan aturan yang lebih berpihak kepada kurir lokal Indonesia.” Pernyataan ini mencerminkan perhatian pemerintah terhadap kondisi industri yang diwarnai oleh oligopsoni akibat dominasi beberapa platform besar seperti Shopee, TikTok, dan Lazada.
Di sisi lain, Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf), Teuku Riefky Harsya, menekankan pentingnya komunikasi langsung antara para penyedia jasa kurir dan pemerintah. Mengingat pentingnya jasa kurir dalam mendukung distribusi produk ekonomi kreatif, Riefky menyatakan bahwa pendekatan yang lebih komprehensif dibutuhkan untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh sektor ini. “Kami siap mendukung penyelesaian masalah ini dengan mendengarkan aspirasi dari seluruh pihak,” ungkapnya.
Dalam analisisnya, Yayat Supriatna, Pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti, menyatakan bahwa pemerintah amat diperlukan untuk memberikan solusi konkret bagi para kurir yang terjebak dalam persaingan tidak sehat tersebut. Menurutnya, intervensi pemerintah sangat penting untuk memperbaiki kondisi pasar yang telah banyak dikuasai oleh platform e-commerce asing yang memiliki modal besar. “Pemerintah harus memperjuangkan nasib para kurir dan mengatur platform e-commerce agar tidak membuat bisnis kurir tidak sehat,” tuturnya.
Adanya beberapa platform e-commerce asing yang menjalin bisnis dalam sektor pos, kurir, dan logistik lewat anak usaha mereka menyebabkan kondisi kompetitif menjadi tidak seimbang. Ketiga platform besar tersebut, yaitu Shopee, TikTok, dan Lazada, telah melakukan ekspansi vertikal yang merugikan pelaku kurir lokal. Yayat menyatakan bahwa dominasi asing ini juga diwarnai dengan praktik predatory pricing yang menekan harga di pasar, sehingga mengakibatkan para kurir menerima bayaran yang fluktuatif dan tidak menentu.
Lebih jauh, Yayat mengungkapkan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan penyelidikan terhadap sejumlah platform besar yang memang sudah terbukti melakukan monopoli di pasar jasa pos, kurir, dan logistik. “Hal ini menunjukkan perlunya tindakan lanjutan yang konkret dari pemerintah untuk menciptakan iklim persaingan yang sehat,” ujarnya.
Dalam rangka mewujudkan solusi, Yayat menyarankan adanya kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dan Digital bersama Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan. “Dukungan dari Pemda juga diperlukan agar industri pos, kurir, dan logistik bisa lebih mensejahterakan masyarakat,” imbuhnya.
Dengan potensi pengiriman mencapai 15 juta setiap hari dan nilai industri yang bisa menyentuh lebih dari US$2.400 juta per tahun, jelas memberi gambaran bahwa sektor ini memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian. Namun, untuk mencapai potensi tersebut, pemerintah harus segera menerbitkan regulasi yang tegas untuk melindungi para pelaku usaha lokal dan menciptakan persaingan yang adil di pasar.
Betapa pentingnya langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah dalam waktu dekat, mengingat banyaknya keluhan dari pelaku usaha kurir yang merasa terjepit oleh kebijakan yang tidak berpihak. Aspirasi tersebut tidak hanya mencerminkan keresahan sektor kurir, tetapi juga memberikan gambaran lebih luas tentang tantangan yang dihadapi oleh perekonomian digital di Indonesia.