
Salah satu hotel mewah yang menjadi sorotan di Jakarta adalah Fairmont Jakarta, khususnya setelah rapat tertutup Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di hotel tersebut. Dengan lokasinya yang strategis di Jalan Asia Afrika No. 8, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Fairmont Jakarta merupakan bagian dari jaringan hotel mewah Fairmont Hotels & Resorts yang terkenal di dunia.
Hotel ini dimiliki oleh PT Senayan Trikarya Sempana, yang merupakan anak perusahaan dari Kajima Overseas Asia Pte. Ltd. dan Badan Pengelola Gelora Bung Karno. Dalam kerjasama ini, PT Senayan Trikarya Sempana berfungsi sebagai pengembang dan operator dari Senayan Square yang mencakup Plaza Senayan, menara perkantoran, serta apartemen. Kazuhito Shibuya menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan tersebut, sementara Tetsuya Koizumi menjabat sebagai Direktur Perencanaan Perusahaan sejak Februari 2023.
Fairmont Jakarta resmi dibuka pada tahun 2015 dan terdiri dari 33 lantai dengan total 488 kamar yang menawarkan berbagai kategori, termasuk Fairmont Room, Deluxe Room, serta Suite. Hotel ini juga dilengkapi dengan akses eksklusif ke Gold Lounge, yang terletak di lantai 21, memberikan privasi lebih bagi tamu yang menginap di kategori khusus.
Rapat DPR RI yang diadakan pada 14-15 Maret lalu memicu banyak kontroversi. Pembahasan seputar RUU TNI dianggap sangat sensitif, terutama berkaitan dengan potensi pengembalian dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang telah banyak ditolak oleh masyarakat. Rapat yang dilaksanakan di sebuah hotel bintang lima ini juga mendapat sorotan tajam, mengingat banyak kementerian dan lembaga yang sedang melakukan efisiensi anggaran.
Kontroversi semakin memuncak karena rapat tersebut dilakukan secara tertutup dan jauh dari gedung DPR RI. Hal ini dianggap bertentangan dengan semangat transparansi yang seharusnya ada dalam proses legislasi di Indonesia. Dalam RUU TNI, diungkapkan bahwa prajurit TNI diharapkan dapat menjabat di lembaga sipil, dengan mencakup 16 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam rancangan tersebut.
Berikut adalah daftar 16 Kementerian dan Lembaga yang terlibat dalam pembahasan RUU TNI:
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
2. Kementerian Pertahanan
3. Sekretariat Militer Presiden
4. Badan Intelijen Negara
5. Badan Siber dan Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional
7. DPN
8. Badan Search and Rescue Nasional
9. Badan Narkotika Nasional
10. Kementerian Kelautan dan Perikanan
11. Badan Penanggulangan Bencana
12. Badan Penanggulangan Terorisme
13. Badan Keamanan Laut
14. Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
15. Mahkamah Agung
16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Keputusan DPR RI untuk menggelar rapat di Fairmont Jakarta, hotel mewah dengan fasilitas premium, di tengah berbagai kebijakan pemangkasan anggaran, mengejutkan banyak pihak. Kritikan datang dari berbagai lapisan masyarakat, mengingat tingginya biaya mengadakan rapat di tempat yang dianggap elit tersebut. Masyarakat mempertanyakan prioritas DPR dalam menggunakan anggaran negara.
Tindakan ini menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas dan transparansi dalam pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan publik. Selain itu, situasi ini menambah tantangan bagi DPR untuk menjelaskan kewajaran dan urgensi dari pembahasan RUU TNI, apalagi di tengah perbincangan mengenai pembagian fungsi TNI yang dapat berimplikasi besar bagi struktur pemerintahan dan masyarakat sipil itu sendiri.