Indonesia

Sidang Perdana Kasus Firly Norachim: Kuasa Hukum Temukan Kejanggalan

Sidang perdana untuk kasus pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Mama Khas Banjar, Firly Norachim, berlangsung di Pengadilan Negeri Banjarbaru dengan situasi penuh ketegangan. Kasus ini tertuang dalam pokok perkara nomor 38/Pid.Sus/2025/PN BJB yang menjadi sorotan publik, terlebih setelah kuasa hukum Firly, Faisol Abrori, mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam proses hukum tersebut.

Dalam sidang yang digelar, Faisol mempertanyakan langkah-langkah yang diambil oleh pihak kepolisian maupun kejaksaan yang dinilai merugikan hak kliennya. Ia menyebutkan bahwa tim kuasa hukum telah mendaftarkan praperadilan pada 24 Februari 2025, dengan sidang perdana dijadwalkan pada 6 Maret 2025. Namun, proses hukum ini dinilai tidak fair karena pada 25 Februari, berkas perkara secara cepat dilimpahkan dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Selatan ke Kejaksaan Negeri Banjarbaru. Keesokan harinya, dokumen tersebut langsung diteruskan ke pengadilan.

Faisol menegaskan bahwa percepatan pelimpahan berkas ini sangat tidak biasa dan seolah ditujukan untuk menggugurkan praperadilan yang telah diajukan. Dalam hal ini, jika sidang pokok perkara sudah dimulai, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), praperadilan otomatis gugur, sehingga Firly kehilangan kesempatan untuk menguji keabsahan proses hukum yang berjalan.

Salah satu kejanggalan yang disoroti oleh tim hukum Firly adalah diabaikannya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UMKM dengan Kapolri pada tahun 2021. MoU ini seharusnya memberikan perlindungan terhadap UMKM dari tindakan kriminalisasi terkait pelanggaran administratif. Namun, Faisol merasa bahwa hal tersebut tidak mendapatkan perhatian yang semestinya oleh kejaksaan dan pengadilan.

Dalam sidang perdana ini, Firly juga mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Sidang lanjutan direncanakan pada 10 Maret 2025 untuk membahas nota keberatan tersebut lebih lanjut. Kasus ini berawal pada 6 Desember 2024, ketika dua anggota kepolisian melakukan pembelian terselubung di toko Mama Khas Banjar, membeli produk-produk seperti kerang, udang, dan cumi yang kemudian dituduh melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena tidak mencantumkan label kedaluwarsa.

Faisol menggarisbawahi bahwa tindakan ini merupakan bagian dari operasional penyelidikan yang berkonsekuensi pada tuduhan pelanggaran hukum. Kejanggalan lain juga terjadi selama proses penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan pada 11 Desember 2024. Ia menekankan bahwa penyitaan barang dagangan, yang berjumlah lebih dari 900 item, dilakukan tanpa izin dari pengadilan. Selain itu, meskipun surat tugas diperlihatkan, Firly tidak diberikan kesempatan untuk membaca isi dari surat tersebut.

Lebih jauh, Faisol mengkritisi bahwa seharusnya ada upaya pembinaan bagi UMKM sebelum tindakan pidana diambil, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 dan MoU antara Kapolri dan Kementerian Koperasi. “Bukan langsung dipidana,” katanya. Dia juga mempertanyakan dasar laporan polisi yang menggunakan Laporan Polisi A (LPA) ketika seharusnya menggunakan Laporan Polisi B (LPB) untuk aduan masyarakat. Hal ini semakin memperkuat dugaan ketidakberesan prosedural.

Tim kuasa hukum Firly mendesak agar keadilan ditegakkan dan mengimbau agar hukum tidak hanya berfungsi ketika mendapat tekanan publik. Dengan sidang lanjutan yang dijadwalkan, harapan untuk menyelesaikan kasus ini sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang adil terus dipertahankan. Situasi ini mencerminkan tantangan besar bagi pelaku UMKM dalam menghadapi sistem hukum yang terkadang tampak tidak berpihak kepada mereka.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button