Dunia

Singapura hingga Brunei Darussalam Puasa Ramadhan Minggu, Indonesia?

Sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam, telah resmi menetapkan awal puasa bulan Ramadhan tahun 2025 jatuh pada Minggu, 2 Maret. Penetapan ini dilakukan berdasarkan hasil hisab dan rukyat yang sesuai dengan kriteria MABIMS, yaitu kesepakatan antara Menteri Agama negara-negara Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam menentukan awal bulan hijriah. Di sisi lain, Indonesia justru mengumumkan awal Ramadhan pada Sabtu, 1 Maret 2025, melalui sidang isbat resmi yang dipimpin Menteri Agama.

Singapura, melalui Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), menginformasikan bahwa hilal tidak memenuhi syarat untuk terlihat pada 28 Februari 2025. Sehingga, bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari dengan puasa pertama dimulai pada 2 Maret. Metode Imkan ar-Rukyah digunakan untuk menentukan kriteria ini, yang melibatkan perhitungan astronomis dan kondisi iklim. Ramadhan 1446 H di Singapura direncanakan berlangsung selama 29 hari, dengan Idulfitri yang diperkirakan jatuh pada 31 Maret 2025.

Malaysia juga mengikuti jejak yang sama. Menurut data dari Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia (JUPEM), tinggi hilal pada hari yang sama hanya mencapai 4 derajat 15 menit, sedangkan sudut elongasi tidak memenuhi kriteria MABIMS. Di Malaysia, penetapan awal puasa diumumkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), yang diperkirakan akan dilakukan setelah hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan syarat dalam pengamatan hilal.

Brunei Darussalam juga mengumumkan bahwa awal puasa Ramadhan ditetapkan pada 2 Maret 2025. Kriteria MABIMS yang diacu menyebabkan bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari, mengikuti hasil pengamatan yang menunjukkan hilal tidak terlihat di 28 Februari. Hal ini sejalan dengan metode hisab dan rukyat yang diterapkan di sana, yang dalam hal ini juga merujuk pada kemungkinan pengamatan hilal.

Berbeda dengan tiga negara tetangganya, Indonesia mengumumkan awal Ramadhan pada Sabtu, 1 Maret 2025. Penetapan ini didasarkan pada sidang isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar pada 28 Februari. Dalam pernyataannya, Menteri Agama menjelaskan bahwa hasil sidang isbat sempat tertunda karena menunggu laporan dari wilayah Barat Indonesia, khususnya Aceh. Ia menekankan pentingnya pengamatan hilal yang berpotensi dilakukan hanya di beberapa lokasi yang terbatas.

Menurut Menteri Agama, pengamatan hilal dari wilayah barat Indonesia menjadi penentu utama bagi keputusan tersebut, karena di wilayah lain tidak ada pengamatan yang memungkinkan. “Kami menunggu laporan dari Aceh sebagai wilayah barat, sementara hilal di wilayah timur tidak dapat diamati,” jelasnya.

Pengumuman dari sidang isbat ini menunjukkan pentingnya metode rukyah yang diandalkan oleh Indonesia meski bagian lain dari negara tersebut mengikuti pengumuman padata tanggal yang sama dengan negara-negara tetangga yang lebih awal, yaitu 2 Maret. Berbagai elemen dari masyarakat pun sudah mulai mempersiapkan diri untuk menyambut bulan penuh berkah yang menjadi waktu bagi umat Muslim untuk beribadah dan meningkatkan ketaqwaan.

Dengan variabel yang berbeda dalam proses penetapan awal puasa ini, tampaknya akan ada perbedaan dalam pelaksanaan puasa antara Indonesia dan negara-negara tetangganya. Keputusan ini membawa nuansa tersendiri jelang datangnya bulan suci Ramadhan, di mana individu dan komunitas akan melakukan persiapan menyambut bulan penuh berkah ini dengan cara masing-masing. Menarik untuk menyaksikan respon masyarakat terhadap penetapan ini, serta bagaimana perayaan Idulfitri nanti akan berlangsung di tengah perbedaan yang ada.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button