China, yang dikenal dengan upayanya yang gencar dalam pemberantasan korupsi, kini menghadapi situasi yang mencolok. Meskipun dalam satu dekade terakhir telah mengeluarkan jutaan yuan untuk memerangi praktik korupsi, ribuan pejabat di dalam lembaga antikorupsi tersebut, yakni Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin (CCDI) atau KPK-nya China, justru diselidiki karena dugaan keterlibatan dalam korupsi. Laporan ini menimbulkan tanda tanya besar tentang efektivitas gerakan antikorupsi yang telah diluncurkan oleh pemerintah.
Berdasarkan informasi dari South China Morning Post (SCMP), kurang lebih 3.900 pejabat CCDI sedang dalam proses penyelidikan terkait kesalahan yang mereka lakukan pada tahun 2024. Jumlah ini bahkan mencerminkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat mencapai 7.817 penyelidikan. Ketika gerakan pemberantasan korupsi besutan Presiden Xi Jinping memasuki tahun ke-13, semakin tampak bahwa berbagai lembaga pemerintah di China, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi, kini mengalami kemunduran.
Data menunjukkan bahwa dari 3.900 pejabat yang diselidiki, hanya 58 di antaranya yang berada pada level wakil menteri ke atas, menunjukkan bahwa pejabat tinggi masih relatif dilindungi dari tuntutan hukum. Pengamat di China menilai struktur kekuasaan yang ada dan minimnya independensi sistem peradilan merupakan penyebab utama mengapa kasus korupsi sulit ditangani pada tingkat atas. Dengan kata lain, meskipun banyak penyelidikan dilakukan, efeknya dirasa tidak signifikan dalam rangka memberantas korupsi di kalangan pejabat senior.
Kasus yang semakin memperkuat wacana ini adalah penanganan terhadap mantan Menteri Pertahanan Li Shangfu dan pendahulunya Wei Fenghe, yang harus dicopot dari tugas mereka setelah adanya dugaan pelanggaran. Penyidikan terhadap pejabat senior seperti Laksamana Miao Hua, yang diduga terlibat pelanggaran disiplin serius, juga mencerminkan adanya masalah besar dalam pengelolaan aparat militer dan pemerintahan.
Meskipun otoritas China mengklaim telah menyelidiki lebih dari 4,39 juta kasus antara 2013 hingga 2022, angkanya masih tidak mencakup pejabat tingkat tinggi. Sebagian besar yang ditindak adalah para pejabat di tingkat rendah dan menengah. Hal ini menunjukkan adanya kepentingan dan pengaruh dalam aksi penegakan hukum yang cenderung tidak merata.
Dalam kondisi ini, citra pemerintah China di mata masyarakat semakin terancam. Keberadaan para pejabat yang seharusnya menjadi pelindung dan pengawas justru terlibat dalam praktik korupsi menciptakan skeptisisme di kalangan publik. Beberapa ahli berpendapat bahwa pernyataan Presiden Xi tentang korupsi sebagai ancaman terbesar hanya sekadar retorika, mengingat bahwa ia juga menggunakan jaringan Partai Komunis untuk mengendalikan berbagai aspek pemerintahan.
Beberapa kasus terkini seperti pemecatan kepala perancang jet tempur J-20, Yang Wei, dan pakar roket Hao Zhaoping dari Aviation Industry Corporation of China (AVIC) yang diduga terlibat dalam malpraktik menunjukkan betapa dalamnya masalah korupsi ini. Meskipun kedua pejabat ini berperan penting dalam proyek ambisius militer China, keputusan pemecatan mereka tanpa alasan yang jelas menyiratkan adanya keterlibatan dalam praktik korupsi di lingkungan industri militer.
Dengan berbagai situasi yang berlangsung, tampaknya korupsi di China telah menjadi masalah sistemik yang mempengaruhi berbagai institusi secara keseluruhan. Upaya untuk memberantas korupsi tanpa adanya reformasi mendalam dan perubahan struktural mungkin hanya akan menambah kompleksitas masalah. Hanya dengan mengatasi akar penyebab korupsi, termasuk reformasi politik dan perbaikan sistem peradilan, pemerintah China dapat berharap untuk melihat hasil yang lebih positif dalam usaha pemberantasan korupsi di masa depan.