
Noer Fajrieansyah, suami dari Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, kini terperosok dalam sorotan publik akibat dugaan keterlibatan dalam skandal korupsi pengimporan gula yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Kasus ini memicu banyak pertanyaan mengenai jejak kariernya yang sebelumnya cemerlang di sejumlah perusahaan BUMN.
Latar belakang pendidikan Noer Fajrieansyah cukup mengesankan. Pria kelahiran Jakarta pada 4 Februari 1983 ini meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia, dilanjutkan dengan studi pascasarjana di Universitas Prof. Dr. Moestopo dengan fokus pada Ilmu Administrasi, dan menyelesaikan program doktor di Universitas Brawijaya dengan spesialisasi Kebijakan Publik. Jejak kariernya dimulai di sektor pertambangan sebagai Staf Profesional Corporate Social Responsibility (CSR) di PT Antam Tbk pada 2007-2008, sebelum melanjutkan jabatan ini dengan posisi-strategis lainnya di berbagai perusahaan BUMN.
Selama kariernya, Noer mengisi berbagai posisi penting, antara lain:
- Direktur Sumber Daya Perusahaan dan Keuangan di PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada 2015-2017.
- Direktur Hubungan Strategis dan Kelembagaan di PT Pos Indonesia selama 2017-2020.
- Direktur Hubungan Kelembagaan dan Transformasi TI di PT Permodalan Nasional Madani pada 2020-2021.
- Komisaris di sejumlah perusahaan BUMN, termasuk PT Hotel Indonesia Natour dan PT Dharma Niaga Putra Steel.
Pada 12 Juni 2021,Noer diangkat menjadi Komisaris PT Petrokimia Gresik, jabatan yang masih ia pegang hingga saat ini.
Dugaan keterlibatan Noer dalam kasus korupsi impor gula bermula dari kebijakan yang dikeluarkan oleh mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong. Kebijakan tersebut memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM), yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh BUMN. Dari kebijakan ini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp578 miliar, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dirilis pada 20 Januari 2025.
Kejaksaan Agung saat ini terus mendalami aliran dana terkait kasus ini dan telah menetapkan sembilan tersangka dari perusahaan swasta yang diduga memperoleh keuntungan dari kebijakan itu. Meskipun nama Noer Fajrieansyah belum secara resmi ditetapkan sebagai tersangka, posisinya sebagai mantan Direktur PT PPI yang terlibat dalam kebijakan tersebut membuatnya menjadi salah satu pihak yang diminta pertanggungjawaban.
Berbagai pihak meminta agar penyelidikan dilakukan dengan transparan, guna mengungkap apakah benar ada keterlibatan Noer dalam kebijakan impor yang dinilai bermasalah ini. Permintaan tersebut muncul seiring dengan gejolak opini publik yang menyikapi kasus ini, terutama mengingat status Noer sebagai suami pejabat tinggi negara.
Melalui pernyataan-pernyataan resmi yang selama ini ia sampaikan, Noer berusaha membela diri dari tuduhan yang dialamatkan kepadanya, meskipun tekanan publik kian meningkat. Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung diharapkan dapat menjelaskan secara jelas posisi Noer dan setiap tindakan yang diambilnya terkait dengan kebijakan yang dipermasalahkan tersebut.
Kasus ini bukan hanya menandai titik balik dalam karier Noer Fajrieansyah tetapi juga menjadi sorotan pada integritas pejabat publik di Indonesia, serta menunjukkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan kebijakan ekonomi dan perdagangan. Sebagai mantan pelaku dalam sektor BUMN, Noer harus menghadapi konsekuensi dari kebijakan yang dapat menempatkannya dalam posisi sulit, baik secara profesional maupun pribadi.