Indonesia

Sosok Serge Atlaoui: Terpidana Mati Narkoba Kembali ke Prancis

Serge Areski Atlaoui, terpidana mati yang terlibat dalam kasus narkoba, resmi dipindahkan ke Prancis pada 4 Februari 2025. Proses ini berlangsung di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, dan disaksikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Imigrasi dan Pemasyarakatan Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, I Nyoman Gede Surya Mataram. Dengan pemindahan ini, seluruh proses hukum yang terkait dengan hukuman Atlaoui, termasuk grasi dan amnesti, kini menjadi tanggung jawab pemerintah Prancis.

Pemerintah Prancis berkomitmen untuk memberikan akses informasi kepada pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan hukuman Atlaoui di negaranya. Atlaoui, yang kini berusia 61 tahun, ditangkap di Indonesia pada tahun 2005 atas dugaan keterlibatan dalam pabrik ekstasi di Jakarta. Dia mengklaim tidak mengetahui bahwa pabrik tersebut memproduksi narkoba, melainkan berpikir bahwa tempat itu adalah pabrik akrilik di mana dia dipekerjakan untuk memasang mesin.

Proses hukum Atlaoui dimulai pada tahun 2007 ketika ia dijatuhi hukuman mati setelah menjalani persidangan. Pendidikan hukum di Indonesia memperlihatkan instansi peradilan yang tegas dalam menghadapi kasus narkoba, terutama yang melibatkan warga negara asing. Selama hampir 20 tahun di penjara Indonesia, Atlaoui menunggu eksekusi, bahkan hampir dieksekusi bersama sejumlah narapidana asing lainnya pada tahun 2015. Namun, ia berhasil menunda eksekusi dengan mengajukan gugatan terhadap penolakan grasinya.

Dalam perkembangan lebih lanjut, pada Desember 2024, Atlaoui dilaporkan menderita kanker, yang mendorongnya untuk mengajukan permohonan pemindahan ke Prancis dengan alasan kemanusiaan. Permohonan ini mendapatkan respon positif, dan kesepakatan transfer ditandatangani antara Indonesia dan Prancis pada Januari 2025.

Setelah tiba di Prancis, kasus Atlaoui akan ditinjau kembali oleh otoritas setempat untuk menentukan bagaimana hukuman selanjutnya yang akan dijalaninya. Berdasarkan sistem hukum yang berlaku di Prancis, hukuman maksimal untuk kasus narkoba sejenis adalah 30 tahun penjara. Hal ini mengindikasikan kemungkinan bahwa Atlaoui dapat menjalani hukuman yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya di Indonesia.

Pemindahan Atlaoui menjadi bagian dari kebijakan hukum internasional dan perjanjian ekstradisi yang berlaku antara Indonesia dan Prancis. Penting untuk dicatat bahwa pemindahan ini tidak hanya terjadi pada kasus Atlaoui; baru-baru ini, Mary Jane Veloso, terpidana mati dari Filipina, juga dipulangkan ke negaranya, di mana hukuman matinya diubah menjadi seumur hidup.

Proses pemindahan terpidana mati ini menandai langkah penting dalam diplomasi pemerintahan kedua negara dan menunjukkan upaya Indonesia untuk menghormati hak asasi manusia dalam konteks hukum. Dengan setiap langkah yang diambil, akan ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan hukum dan hak-hak Atlaoui selama menjalani hukumannya di Prancis.

Informasi lebih lanjut mengenai proses hukum Serge Atlaoui pasca pemindahan ke Prancis akan terus ditindaklanjuti oleh kedua pemerintah. Seluruh proses ini menggambarkan dinamika hukum internasional dan bagaimana kasus-kasus berat seperti narkoba seringkali melibatkan pertimbangan kemanusiaan dan diplomasi antarnegara. Pengawasan terus-menerus terhadap kasus ini akan memberikan gambaran mengenai bagaimana sistem hukum di Prancis menangani isu-isu serupa dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi kebijakan hukum di masa depan.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button