Pemerintah Indonesia sedang menghadapi dilema terkait kebijakan distribusi LPG 3 kg yang berdampak langsung pada masyarakat kecil. Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Achmad Nur Hidayat, mengutuk langkah pembatasan akses distribusi LPG 3 kg hanya sampai level pangkalan resmi. Ia menyarankan agar pemerintah lebih memilih menggunakan subsidi langsung kepada masyarakat sebagai solusi yang lebih tepat dan efektif.
Achmad menjelaskan, pembatasan akses ini justru bisa menambah beban ekonomi yang sudah berat bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. "Mereka yang sebelumnya bisa mendapatkan LPG di warung-warung kecil dekat rumah, kini harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkannya. Hal ini jelas tidak efisien," ujarnya. Akibatnya, masyarakat semakin tertekan dengan biaya transportasi yang bertambah, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada inflasi nasional.
Berikut adalah beberapa poin penting yang diungkap Achmad terkait dampak dari kebijakan pembatasan ini:
Kenaikan Ongkos Logistik: Pembatasan akses akan menyebabkan pelaku usaha, terutama UMKM, mengalami kenaikan biaya operasional. Biaya tambahan ini kemungkinan akan dibebankan kembali kepada konsumen, yang mengarah pada kenaikan harga produk dan jasa.
Menurunnya Daya Beli: Jika harga barang kebutuhan pokok meningkat, daya beli masyarakat kecil akan tertekan. Apabila kondisi ini berlanjut, kapasitas konsumsi rumah tangga bisa mengalami penurunan yang signifikan, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi sektor mikro.
Risiko Monopoli: Dengan terbatasnya akses, Achmad juga memperingatkan akan adanya potensi monopoli harga oleh pangkalan resmi. "Jika harga LPG 3 kg tidak terjangkau, bisa terjadi peningkatan permintaan yang tidak seimbang dengan pasokan yang tersedia," tambahnya. Ini membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk memainkan harga, yang sangat merugikan masyarakat kecil.
Alternatif Skema Subsidi Langsung: Achmad mengusulkan bahwa pemerintah bisa menerapkan sistem subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak. Dengan metode ini, masyarakat tetap dapat membeli LPG dengan harga yang terjangkau tanpa harus bergantung pada distribusi yang rumit. Sistem ini bisa diintegrasikan dengan mekanisme distribusi digital, seperti kartu subsidi berbasis data, untuk memastikan keadilan dalam penyaluran.
- Peningkatan Jangkauan Pangkalan Resmi: Selain itu, perluasan jangkauan pangkalan resmi sangat penting agar masyarakat dapat mengakses LPG 3 kg dengan lebih mudah. Kebijakan ini sebaiknya ditinjau agar daerah yang kekurangan pangkalan resmi tidak mengalami kendala akses.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memulai langkah perubahan, yang dimulai pada 1 Februari 2025, untuk mengubah pengecer LPG 3 kg menjadi pangkalan resmi. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengharapkan para pengecer mendaftar sebagai pangkalan resmi dalam transisi yang diberikan satu bulan. Ini diharapkan dapat mencegah harga LPG 3 kg cenderung lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan.
Namun, kritikan terhadap kebijakan ini menunjukkan adanya kehati-hatian yang besar dari para ekonom dan masyarakat. Apakah keputusan pemerintah untuk membatasi akses distribusi LPG 3 kg pada akhirnya akan memengaruhi daya beli masyarakat? Atau kebijakan berbasis subsidi langsung yang diusulkan justru menjadi solusi yang lebih baik?
Ke depan, solusi yang tepat dan efektif sangat diperlukan agar masyarakat kecil tidak menghadapi kesulitan dalam memperoleh akses terhadap kebutuhan pokok mereka. Pemerintah diharapkan dapat mendengarkan aspirasi masyarakat agar kebijakan yang diambil dapat lebih berpihak kepada rakyat kecil, tanpa menambah beban ekonomi yang sudah berat.