Dunia

Suriah Bertransformasi: Al-Sharaa Memimpin Era Baru Pasca Assad

Pada Rabu, 29 Januari, administrasi operasi militer Suriah mengumumkan pengangkatan Ahmad Al-Sharaa sebagai presiden transisi dalam sebuah langkah bersejarah yang menandai dimulainya era baru bagi negara tersebut pasca-rezim Bashar Assad. Penetapan ini juga disertai dengan pencabutan Konstitusi 2012 serta pembubaran parlemen, angkatan bersenjata, dan lembaga keamanan yang sebelumnya mendukung kekuasaan Assad.

Keputusan itu diambil setelah runtuhnya rezim Partai Baath pada bulan Desember lalu, yang mengakhiri kekuasaan yang telah berlangsung selama hampir 60 tahun. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh kantor berita SANA, langkah ini diberi label sebagai "Kemenangan Revolusi", menandakan harapan baru bagi rakyat Suriah yang telah lama terjerat dalam konflik yang berkepanjangan.

Beberapa langkah krusial diambil sebagai bagian dari transisi ini:

  1. Pembubaran Partai Baath: Seluruh struktur Partai Baath yang berkuasa di bawah Assad, bersama dengan Front Kemajuan Nasional, dibubarkan. Semua organisasi, lembaga, dan komite yang terkait juga dilarang untuk membentuk kembali dalam bentuk apa pun.

  2. Reorganisasi Angkatan Bersenjata: Angkatan bersenjata rezim sebelumnya akan dibubarkan, dan ada rencana untuk membangun kembali militer dengan mengedepankan prinsip nasional yang lebih inklusif.

  3. Penghapusan Undang-undang Darurat: Selain mencabut Konstitusi 2012, semua undang-undang darurat yang pernah diberlakukan juga dinyatakan tidak berlaku.

  4. Pembentukan Dewan Legislatif Sementara: Al-Sharaa dirancang untuk membentuk dewan legislatif sementara yang akan bertanggung jawab mengawasi pemerintahan hingga konstitusi permanen disahkan.

Kepala administrasi operasi militer menegaskan pentingnya integrasi seluruh faksi militer serta badan politik dan sipil revolusioner ke dalam institusi negara, sebagai upaya untuk menstabilkan situasi dan membangun kembali negara. Dalam sebuah acara khusus yang diadakan di Istana Rakyat di Damaskus, banyak perwakilan dari faksi militer dan kekuatan revolusioner hadir, menyaksikan momentum penting bagi masa depan Suriah.

Sebelumnya, Bashar Assad telah melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim berhasil menguasai Damaskus pada 8 Desember, menandai titik balik dalam sejarah negara ini. Pengunduran dirinya menyimpulkan lebih dari 25 tahun pemimpinannya yang penuh kontroversi dan berujung pada perkobaran konflik yang telah merenggut banyak nyawa dan memaksa jutaan orang mengungsi.

Transformasi ini membawa harapan bagi rakyat Suriah yang mendambakan perdamaian dan stabilitas setelah bertahun-tahun kehancuran. Banyak yang berharap bahwa di bawah kepemimpinan Al-Sharaa, Suriah akan mampu menyusun kembali fondasi politiknya dan memulai proses rekonsiliasi yang menyeluruh.

Namun, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Situasi geopolitik di kawasan tetap kompleks, dengan berbagai kepentingan asing yang terlibat, serta kekhawatiran tentang potensi konflik yang masih mungkin terjadi di dalam negeri. Para pengamat mengatakan bahwa pemerintahan transisi yang baru harus segera berupaya menghadirkan solusi bagi berbagai persoalan mendasar, mulai dari pemulihan ekonomis hingga rekonstruksi sosial.

Era baru Suriah ini tentunya diharapkan menghasilkan perubahan positif yang mampu menanggulangi kebutuhan dan aspirasi rakyat. Pengangkatan Al-Sharaa sebagai presiden transisi dan langkah-langkah yang diambil harus diwujudkan dengan tindakan nyata agar reformasi yang diidamkan dapat tercapai. Bagaimana perkembangan selanjutnya akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintahan transisi untuk membangun konsensus dan kepercayaan rakyat serta mencegah potensi kembali ke era ketidakstabilan.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button