Kesehatan

Survei KKI: 43,4% Konsumen Tak Kenal Aturan BPOM Soal BPA!

Jakarta – Survei terbaru yang dilakukan oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengungkapkan bahwa sekitar 43,4 persen masyarakat Indonesia belum mengetahui adanya aturan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) mengenai pelabelan risiko senyawa berbahaya Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang. Temuan ini didapat dari survei dan investigasi lapangan di lima kota besar, termasuk Jakarta, yang menunjukkan kurangnya kesadaran masyarakat akan peraturan penting ini.

Aturan yang dikeluarkan BPOM ini mewajibkan industri air minum dalam kemasan (AMDK) untuk mencantumkan label peringatan tentang BPA pada seluruh galon polikarbonat, dengan tenggat waktu pelaksanaan wajib tersebut paling lambat pada April 2028. Peraturan ini tercantum dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018.

Ketua KKI, David M. L. Tobing, menyampaikan bahwa hasil survei menunjukkan signifikan rendahnya pemahaman masyarakat tentang regulasi tersebut. “Hampir separuh dari responden yang disurvei ternyata tidak mengetahui adanya peraturan pelabelan peringatan BPA yang telah ditetapkan oleh BPOM,” ujar David dalam konferensi pers di Jakarta Pusat pada Kamis (23/1/2025).

David menambahkan bahwa minimnya sosialisasi dari pihak BPOM menjadi salah satu penyebab utama ketidaktahuan masyarakat tentang aturan baru ini. “Sosialisasi ini kami anggap kurang optimal, sehingga banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi terkait peraturan ini,” lanjutnya.

Lebih lanjut, KKI mendesak agar BPOM segera mempercepat implementasi aturan pelabelan BPA serta memperketat regulasi terkait distribusi dan penggunaan galon guna ulang. Ia menekankan pentingnya menjaga kesehatan konsumen melalui pengaturan yang lebih ketat terhadap bahan-bahan kemasan. “Di Denpasar, contohnya, kami menemukan galon yang beredar sudah digunakan lebih dari dua tahun. Padahal banyak ahli menyebutkan, seharusnya galon digunakan dalam waktu yang tidak terlalu lama,” ungkapnya.

Risiko kesehatan akibat terpaparnya galon yang terbuat dari polikarbonat terhadap sinar matahari juga menjadi sorotan. “Galon sering didistribusikan dengan truk terbuka, yang berpotensi membuat galon terkena sinar matahari. Ini bisa meningkatkan kemungkinan BPA yang terkandung dalam galon luruh dan masuk ke dalam air minum,” tambah David.

Menariknya, mayoritas responden—jumlahnya mencapai 96 persen—menyatakan mendukung penerapan pelabelan risiko bahaya BPA dilakukan segera, tanpa menunggu masa tenggang empat tahun yang tersedia. “Mereka menganggap masa empat tahun itu terlalu lama hanya untuk mencantumkan label. Pemasangan label bisa dilakukan dengan cara yang lebih praktis, seperti menggunakan stiker,” tegas David.

Temuan ini mengindikasikan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran publik akan bahaya BPA serta urgensi penerapan regulasi yang lebih ketat dalam industri air kemasan. KKI berencana untuk melakukan audiensi dengan BPOM terkait pengembangan strategi untuk mempercepat sosialisasi dan implementasi aturan ini.

Dengan risiko kesehatan yang patut dicermati serta tingginya tingkat ketidakpahaman masyarakat mengenai peraturan tersebut, langkah ke depan akan sangat vital. KKI berharap bahwa peningkatan pemahaman dan kesadaran akan membawa dampak positif bagi kesehatan konsumen di Indonesia.

Dina Anggraini

Dina Anggraini adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button