
Kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2 April 2025, semakin memperlihatkan dampak besar terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Langkah yang diambil pemerintah AS ini tidak hanya berpotensi meningkatkan ketegangan perdagangan antara negara-negara besar, tetapi juga dapat mengancam stabilitas kondisi ekonomi dalam negeri yang masih berupaya pulih pasca-pandemi.
Menurut ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, dampak kebijakan ini akan sangat terasa di pasar keuangan AS. Ia mengungkapkan, “Kemungkinan Amerika akan mengalami inflasi dan Federal Reserve mungkin akan meningkatkan suku bunga. Ini akan berpengaruh terhadap sentimen pasar, terutama yang berkaitan dengan obligasi,” ujarnya saat dihubungi oleh Podme.id.
Di sisi lain, respons pemerintah Indonesia terhadap kebijakan tarif baru ini akan sangat berpengaruh pada kondisi domestik ke depan. Sayangnya, dalam pandangannya, posisi tawar Indonesia di hadapan kebijakan Trump masih sangat lemah. Hal ini menyebabkan tarif impor dari AS terhadap Indonesia kemungkinan tetap tinggi, yang bisa berdampak negatif pada perekonomian Indonesia.
Tauhid menambahkan bahwa penurunan ekspor dari Indonesia bisa terjadi pada kuartal II, III, dan IV tahun ini, mengingat kebijakan tersebut mulai efektif pada bulan April. Katalisator penurunan ini diperkirakan akan mencakup emiten-emiten yang bergantung pada ekspor, seperti sektor sawit, produk elektronik, karet, kayu, dan lainnya.
Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan ini adalah penurunan harga komoditas yang dihasilkan oleh Indonesia. “Jika harga komoditas turun, hal ini akan berdampak pada emiten yang bergerak di sektor sumber daya alam. Saat terjadi eskalasi dagang, kita bisa mengingat pengalaman selama Covid-19 lalu di mana disrupsi rantai pasok otomatis mempengaruhi harga,” jelas Tauhid.
Sebagai respons terhadap tantangan ini, pemerintah Indonesia diharapkan untuk merumuskan strategi yang efektif, setidaknya dalam bentuk aksi balasan terhadap tarif tersebut. Jika aksi balasan ini memperluas dampaknya, terdapat kemungkinan harga komoditas akan meningkat kembali, memberikan harapan bagi pelaku usaha domestik.
Sebagai tambahan, pernyataan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengindikasikan bahwa potensi PHK massal akibat tarif Trump akan minimal jika langkah-langkah manajerial diambil. Kadin mengusulkan lima langkah pencegahan, termasuk mendorong diversifikasi pasar dan peningkatan kualitas produk agar lebih kompetitif di pasar internasional.
Di tengah kondisi yang tidak menentu ini, Indonesia perlu mempersiapkan langkah-langkah strategis dalam diplomasi perdagangan serta meningkatkan kemampuan daya tawar di hadapan negara-negara besar seperti AS dan China. Dengan memperkuat kerjasama perdagangan bilateraldan multilateral, Indonesia diharapkan dapat mengurangi risiko ekonomi yang mungkin muncul sebagai akibat dari ketegangan perdagangan global ini.
Satu hal yang pasti, dampak kebijakan tarif Trump tidak hanya dirasakan oleh negara-negara besar, tetapi juga mengalir hingga ke negara berkembang seperti Indonesia. Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi lebih penting dari sebelumnya untuk memastikan bahwa perekonomian tetap tumbuh dan berkembang di tengah ketidakpastian global.